Adat bak Poteumeureuhoem, Hukoem bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Lakseumana”~~~~~~~ Adat ban adat, hukom ban hukom, hanjeut meuron-ron krie-krie nyang hawa, watee meupakat adat ngon hukom, nanggroe rukon, hana le goga~~~ Roek ngon bara bak ureung naggroe, pasoe bajoe bak ureung tuha, tameh teungoh bak ulee balang, peutrang puteh itam bak ulama~~~Gaseh keu aneuk beuget tapapah, gaseh keu nangbah beuget tajaga~~~Raseuki deungon tagagah ....Tuah deungon tamita.....Tuah meubagi-bagi.......Raseuki meujeumba-jeumba~~~~~Teupat ke pangkai, akay keu laba~~~ KRAB TAJAK GEUBRIE SITUEK, JAREUNG TADUEK GEUJOK TIKA~~~~~ ASAI CABOK NIBAK KUDE, ASAI PAKE NIBAK SEUNDA ~~~~~~~~ Duek, duek aree, jak, jak langay~~~~Meunyoe ate hana teupeh pade bijeh geupeutaba, tapi meunyoe ate ka teupeh bu leubeh han meuteumeung rasa~~~Jaroe bak langay, mata u pasay~~~Singet bek rhoe beuabeh~~~ Nibak puntong get geunteng, nibak buta get juleng~~~Mate aneuk meupat jeurat, mate adat pat tamita~~~Tameh surang sareng, asay puteng jilob lam bara~~~tameungeuy ban laku tuboh, tapajoh ban laku atra ~~~Uleu beumate, ranteng bek patah~~~Kameng blang pajoh jagong, kameng gampong keunong geulawa~~~lagee manok toh boh saboh, jeut lampoh soh jimeuseurapa, dipinyie jitoh siribee, hana jithee le silingka~~~ lagee bubee duwa jab, keunoe toe keudeh pih rhab~~~bak adat han jikab, bak hukom han ji talum~~~paleh sagoe meuleuhob jurong, paleh gampong tan ureung tuha~~~hak ube jiplueng, bulueng ube jiteuka~~~meunyoe na ate, pade tatob, hana bak droe talakee bak gob~~~rayek rumoh rayek keunaleung, rayek bateueng rayek sawa, rayek pageu rayek beunteueng, rayek ureung rayek keureuja~~~PUTOH NGON MUPAKAT, KUWAT NGON MEUSEURAYA~~~~~~blink>Diet Peugah Duem Peubuet Banja Beusanteut Mukim Siem Tapuga

R a n u b si G a p u e


Assalamu'alaikumwarahmatullah...
Jaroe duablah ateuh jeumala,
Saleum ulon brie keu syedara meutuwah,
Neubrie ya Allah mandum sijahtra...
Amiin Ya Rabbal A'lamiin...

Dengan segala kerendahan hati, kami menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua Pengunjung blog baleeMUKIM. Meski dalam format dan tata saji yang amat sederhana, kami memberanikan diri untuk mendedikasikan blog ini untuk mengawal, mempertahankan dan mengembangkan keberadaan komunitas dan Lembaga Pemerintahan Mukim di Aceh pada umumnya, atau Mukim Siem - Darussalam khususnya.
Kami mengundang pengunjung sekalian agar berkenan berpartisipasi mewujudkan Visi dan Missi dari blog baleeMUKIM ini. Sumbangan pikiran, pendapat, komentar, kritik, saran, dan apapun yang sifatnya konstruktif, merupakan cemeti yang seharusnya mendorong kita untuk lebih maju.
Pengunjung sekalian...sekecil apupun keterlibatan anda dalam upaya pencapaian tujuan mengawal, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi komunitas Mukim di Aceh, menurut kami mesti diapresiasikan sebagai perjuangan menuju kehidupan lebih terhormat dan bermartabat di atas landasan budaya kita sendiri.
Ayo..., lakukan ...!!! Bersama Kita Bisa...!!!

"Rhoek ngen bara bak ureung Nanggroe, Pasoe bajoe bak ureung tuha, Tameh teungoh bak ulee balang, peutrang puteeh itam bak ulama."
Pengunjung sekalian..., mari wujudkan cita-cita besar ini, mulailah dengan sebuah langkah kecil. ingat...!!! Perjalanan ribuan kilometer selalu diawali dengan sebuah langkah kecil...lakukan sekarang...!

Wassalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakatuh
teurimong gaseh.
Imeum Mukim Siem.

Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat


QANUN ACEH
NOMOR 9 TAHUN 2008
TENTANG
PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM,
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Menimbang : a. bahwa Adat dan Adat Istiadat yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Aceh sejak dahulu hingga sekarang melahirkan nilainilai budaya, norma adat dan aturan yang sejalan dengan Syariat Islam dan merupakan kekayaan budaya bangsa yang perlu dibina, dikembangkan dan dilestarikan;

b. bahwa pembinaan, pengembangan dan pelestarian Adat dan Adat Istiadat perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya sehingga dapat memahami nilainilai adat dan budaya yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Aceh;

c. bahwa untuk menindaklanjuti Pasal 99 dan Pasal 162 ayat (2) huruf (e) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh jo Pasal 16 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, perlu diatur Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat dalam suatu qanun;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Qanun Aceh tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103);

2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893);

3. Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);2

4. Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

5. Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03).

Dengan persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
dan
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : QANUN PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam qanun ini yang dimaksudkan dengan :

1. Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.

2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah Provinsi sebagai suatu kesatuan
masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota.

3. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing.

4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing;

5. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah
unsur penyelenggara pemerintah Aceh yang terdiri dari atas Gubernur dan
perangkat daerah Aceh.
3
6. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses
demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil.

7. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Pemerintah
Kabupaten/Kota adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang terdiri atas Bupati/Walikota dan perangkat daerah
kabupaten/kota.

8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dipilih
melalui proses demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil.

9. Wali Nanggroe adalah pemimpin lembaga adat nanggroe yang independen
sebagai pemersatu masyarakat, berwibawa dan berwenang membina dan
mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat dan adat istiadat,
pemberian gelar/derajat dan pembina upacara-upacara adat di Aceh serta
sebagai penasehat Pemerintah Aceh.

10. Adat adalah aturan perbuatan dan kebiasaan yang telah berlaku dalam
masyarakat yang dijadikan pedoman dalam pergaulan hidup di Aceh.

11. Hukum Adat adalah seperangkat ketentuan tidak tertulis yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat Aceh, yang memiliki sanksi apabila dilanggar.

12. Adat-istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi
pendahulu yang dihormati dan dimuliakan sebagai warisan yang sesuai dengan
Syariat Islam.

13. Kebiasaan adalah sikap dan perbuatan yang dilakukan secara berulang kali
untuk hal yang sama, yang hidup dan berkembang serta dilaksanakan oleh
masyarakat.

14. Pemangku Adat adalah orang yang menduduki jabatan pada lembaga-lembaga
adat.

15. Reusam atau nama lain adalah petunjuk-petunjuk adat istiadat yang berlaku di
dalam masyarakat.

16. Upacara adat adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan
norma adat, nilai dan kebiasaan masyarakat adat setempat.



BAB II
RUANG LINGKUP PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
Pasal 2

(1) Ruang lingkup pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat
istiadat meliputi segenap kegiatan kehidupan bermasyarakat.
(2) Pembinaan, pengembangan, pelestarian, dan perlindungan terhadap adat dan
adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada nilai-nilai
Islami.
4

BAB III
ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 3

Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat berasaskan:
a. keislaman;
b. keadilan;
c. kebenaran;
d. kemanusiaan;
e. keharmonisan;
f. ketertiban dan keamanan;
g. ketentraman;
h. kekeluargaan;
i. kemanfaatan;
j. kegotongroyongan;
k. kedamaian;
l. permusyawaratan; dan
m. kemaslahatan umum.
Pasal 4
(1) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat dimaksudkan
untuk membangun tata kehidupan masyarakat yang harmonis dan seimbang
yang diridhai oleh Allah SWT, antara hubungan manusia dengan manusia,
manusia dengan lingkungannya, dan rakyat dengan pemimpinnya.
(2) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk meningkatkan fungsi dan peran adat dan adat
istiadat dalam menata kehidupan bermasyarakat.
Pasal 5
Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat bertujuan untuk:
a. menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis;
b. tersedianya pedoman dalam menata kehidupan bermasyarakat;
c. membina tatanan masyarakat adat yang kuat dan bermartabat;
d. memelihara, melestarikan dan melindungi khasanah-khasanah adat, budaya,
bahasa-bahasa daerah dan pusaka adat;
e. merevitalisasi adat, seni budaya dan bahasa yang hidup dan berkembang di
Aceh; dan
f. menciptakan kreativitas yang dapat memberi manfaat ekonomis bagi
kesejahteraan masyarakat.
5

BAB IV
TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
Pasal 6

(1) Wali Nanggroe bertanggungjawab dalam memelihara, mengembangkan,
melindungi, dan melestarikan kehidupan adat, adat istiadat, dan budaya
masyarakat.
(2) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Majelis Adat dan lembaga-lembaga
adat.
(3) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi pembinaan dan
pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat.
Pasal 7
Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan dengan menumbuhkembangkan
kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Pasal 8
Majelis Adat dan lembaga-lembaga adat lainnya melakukan pembinaan dan
pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat yang sesuai dengan Syari’at Islam.

BAB V
PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
Pasal 9
(1) Kehidupan adat dan adat istiadat dilaksanakan oleh Pemerintah
Aceh/pemerintah kab/kota dan segenap lapisan masyarakat.
(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. lingkungan keluarga;
b. jalur pendidikan;
c. lingkungan masyarakat;
d. lingkungan kerja; dan
e. organisasi sosial kemasyarakatan.
Pasal 10
(1) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dapat dilakukan dengan:
a. maklumat Pemerintah Aceh/pemerintah kab/kota;
b. keteladanan;
6
c. penyuluhan, sosialisasi, diskusi dan simulasi;
d. perlombaan dan atraksi/ pertunjukan;
e. perlindungan karya-karya adat berdasarkan hukum;
f. perlindungan hak masyarakat adat, yang meliputi tanah, rawa, hutan, laut,
sungai, danau, dan hak-hak masyarakat lainnya; dan
g. kaderisasi tokoh adat baik generasi muda maupun perempuan.
(2) Setiap aparat yang bertugas di Aceh harus memahami dan menghargai tatanan
adat dan adat istiadat Aceh.
(3) Setiap pejabat/aparat, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota harus
memahami, membina, dan menghargai tatanan adat dan adat istiadat masyarakat
setempat.
Pasal 11
Lembaga adat wajib menjalin kerjasama dengan semua pihak untuk menggali
kembali kaidah-kaidah adat dan adat istiadat.
Pasal 12
(1) Pembinaan, pengembangan dan pelestarian adat dan adat istiadat meliputi:
a. tatanan adat dan adat istiadat;
b. arsitektur Aceh;
c. ukiran-ukiran bermotif Aceh;
d. cagar budaya;
e. alat persenjataan tradisional;
f. karya tulis ulama, cendikiawan dan seniman;
g. bahasa-bahasa yang ada di Aceh;
h. kesenian tradisional Aceh;
i. adat perkawinan;
j. adat pergaulan;
k. adat bertamu dan menerima tamu;
l. adat peutamat darueh (Khatam Al Qur’an);
m. adat mita raseuki (berusaha);
n. pakaian adat;
o. makanan/ pangan tradisional Aceh;
p. perhiasan-perhiasan bermotif Aceh;
q. kerajinan-kerajinan bermotif Aceh;
r. piasan tradisional Aceh; dan
s. upacara-upacara adat lainnya.
7
(2) Pembinaan, pengembangan dan pelestarian prilaku luhur dan kesalehan spiritual
yang telah membentuk watak dan kepribadian Aceh yang Islami diteruskan
kepada generasi muda Aceh.

BAB VI
PENYELESAIAN SENGKETA/PERSELISIHAN
Pasal 13

(1) Sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat meliputi:
a. perselisihan dalam rumah tangga;
b. sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh;
c. perselisihan antar warga;
d. khalwat meusum;
e. perselisihan tentang hak milik;
f. pencurian dalam keluarga (pencurian ringan);
g. perselisihan harta sehareukat;
h. pencurian ringan;
i. pencurian ternak peliharaan;
j. pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan;
k. persengketaan di laut;
l. persengketaan di pasar;
m. penganiayaan ringan;
n. pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat);
o. pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik;
p. pencemaran lingkungan (skala ringan);
q. ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan
r. perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat.
(2) Penyelesaian sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselesaikan secara bertahap.
(3) Aparat penegak hukum memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan
diselesaikan terlebih dahulu secara adat di Gampong atau nama lain.
Pasal 14
(1) Penyelesaian secara adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
meliputi penyelesaian secara adat di Gampong atau nama lain, penyelesaian
secara adat di Mukim dan penyelesaian secara adat di Laot.
(2) Penyelesaian secara adat di Gampong atau nama lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas:
a. Keuchik atau nama lain;
b. imeum meunasah atau nama lain;
c. tuha peut atau nama lain;
d. sekretaris gampong atau nama lain; dan
e. ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di gampong atau nama lain yang
bersangkutan, sesuai dengan kebutuhan.
8
(3) Penyelesaian secara adat di mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas:
a. imeum mukim atau nama lain;
b. imeum chik atau nama lain
c. tuha peut atau nama lain;
d. sekretaris mukim; dan
e. ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di mukim yang bersangkutan,
sesuai dengan kebutuhan.
(4) Sidang musyawarah penyelesaian sengketa/perselisihan dilaksanakan di
Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain dan di Mesjid
pada tingkat Mukim atau tempat-tempat lain yang ditunjuk oleh Keuchik atau
nama lain dan Imeum Mukim atau nama lain.
(5) Penyelesaian secara adat di Laot sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas:
a. panglima laot atau nama lain;
b. wakil panglima laot atau nama lain;
c. 3 orang staf panglima laot atau nama lain; dan
d. sekretaris panglima laot atau nama lain.
(6) Dalam hal penyelesaian secara adat di Laot Lhok atau nama lain tidak bisa
menyelesaikan sengketa adat yang terjadi antara dua atau lebih panglima laot
lhok atau nama lain, maka sengketa/perselisihan tersebut dilaksanakan melalui
penyelesaian secara adat laot kab/kota.
(7) Penyelesaian secara adat laot kabupaten/kota dilaksanakan oleh tokoh-tokoh
adat yang terdiri atas:
a. panglima laot kab/kota atau nama lain;
b. wakil panglima laot atau nama lain;
c. 2 orang staf panglima laot kab/kota atau nama lain; dan
d. 1 orang dari dinas Dinas Kelautan dan Perikanan dan/atau tokoh nelayan.
(8) Sidang musyawarah penyelesaian perselisihan/sengketa dilaksanakan di
Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain, di Mesjid pada
tingkat Mukim, di laot pada balee nelayan dan di tempat-tempat lain yang ditunjuk
oleh Keuchik atau nama lain, Imeum Mukim atau nama lain, dan Panglima Laot
atau nama lain.
9
Pasal 15
Tata cara dan syarat-syarat penyelesaian perselisihan/persengketaan, dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan adat setempat.

BAB VII
BENTUK-BENTUK SANKSI ADAT
Pasal 16

(1) Jenis-jenis sanksi yang dapat dijatuhkan dalam penyelesaian sengketa adat
sebagai berikut:
a. nasehat;
b. teguran;
c. pernyataan maaf;
d. sayam;
e. diyat;
f. denda;
g. ganti kerugian;
h. dikucilkan oleh masyarakat gampong atau nama lain;
i. dikeluarkan dari masyarakat gampong atau nama lain;
j. pencabutan gelar adat; dan
k. bentuk sanksi lainnya sesuai dengan adat setempat.
(2) Keluarga pelanggar adat ikut bertanggung jawab atas terlaksananya sanksi adat
yang dijatuhkan kepada anggota keluarganya.

BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 17

Dana pembinaan dan pengembangan adat dan adat istiadat diperoleh melalui:
a. bantuan Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
kemampuan daerah; dan
b. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18

Segala ketentuan yang ada tentang pembinaan dan pengembangan adat dan
adat istiadat, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Qanun ini.
Pasal 19
Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini sepanjang mengenai peraturan
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
10

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20

Dengan berlakunya Qanun ini maka Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Kehidupan Adat dinyatakan dicabut.
Pasal 21
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh.

Disahkan di Banda Aceh
pada tanggal 30 Desember 2008 M
2 Muharram 1430 H
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
IRWANDI YUSUF
Diundangkan di Banda Aceh
Pada tanggal 31 Desember 2008 M
3 Muharram 1430 H
SEKRETARIS DAERAH
NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
HUSNI BAHRI TOB
LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 NOMOR 09

PENJELASANATASQANUN ACEH
NOMOR 9 TAHUN 2008
TENTANG
PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT DI ACEH

I. UMUM
Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah
memberikan landasan yang lebih kuat dalam pembinaan kehidupan adat dan adat
istiadat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pasal 99 Undang-Undang tersebut
memerintahkan untuk melaksanakan pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat
dengan membentuk suatu Qanun Aceh. Bahwa Adat dan Adat Istiadat yang sejalan
dengan Syariat Islam merupakan kekayaan budaya menunjukkan identitas bangsa
yang perlu dibina, dikembangkan dan dilindungi keberadaannya.
Adat dan adat istiadat di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam memiliki
keragaman sesuai dengan sub-sub etnis yang hidup di Aceh. Keragaman tersebut
merupakan kekayaan dan khasanah budaya yang pluralistis. Oleh karena itu
pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat harus diarahkan kepada pembinaan dan
pengembangan adat dan adat istiadat setempat.
Adat dan adat istiadat telah menjadi perekat dan pemersatu di dalam
kehidupan bermasyarakat, sehingga menjadi modal dalam pembangunan. Oleh
karena itu nilai-nilai adat dan adat istiadat tersebut perlu dibina dan dikembangkan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
12
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sesuai dengan ajaran Islam adalah untuk
menjamin agar pelaksanaan adat dan adat istiadat tidak bertentangan
dengan nilai-nilai syari’at Islam.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Yang dimaksud secara bertahap adalah sengketa/perselisihan yang terjadi
diselesaikan terlebih dahulu dalam keluarga, apabila tidak dapat
diselesaikan maka akan dibawa pada penyelesaian secara adat di
gampong.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan sayam adalah perdamaian
persengketaan/perselisihan yang mengakibatkan keluar
darah (roe darah) yang diformulasikan dalam wujud ganti
13
rugi berupa penyembelihan hewan ternak dalam sebuah
acara adat.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 19


1 komentar:

  1. jika ada lembaga hukum yang ingin menangani masalah penganianyaan ringan,tanpa menyerahkan hal ini kepada pak keucik atau Petuha gampong. apa tindakan kita? mohon kejelasan.

    BalasHapus

Jadwal Shalat