Sebagai wilayah yang dipengaruhi oleh iklim
tropis maka kepulauan Nusantara hanya mengenal dua musim yakni musim
kemarau dan musim hujan. Ketika memasuki bulan-bulan yang berakhiran "ber" bagi masyarakat penghuni kepulauan nusantara menjadi pertanda akan memasuki musim penghujan. Musim penghujan ditandai dengan meningkatnya curah hujan dibandingkan biasanya dalam jangka waktu tertentu secara tetap.
Secara umum musim penghujan dipandang sebagai musim pembawa rahmat atau berkah bagi sebagian besar rakyat, karena musim penghujan dihubungkan dengan saatnya untuk menanam, terutama tanaman padi. Dibalik itu bukan berarti kedatangan musim penghujan tanpa mengikut sertakan persoalan bagi masyarakat. Hal inilah yang menghantui masyarakat gampong Lamklat Mukim Siem Aceh Besar. Ketika musim penghujan tiba, maka pada saat bersamaan di lintas gampong Lamklat akan bermunculan kawah-kawah lumpur yang sangat menyiksa pengguna jalan lintas Lamklat tersebut.
Amatan baleeMUKIM kawah-kawah lumpur tersebut menghiasi hampir sepanjang jalan lintas Lamklat yang merupakan jalan utama memasuki Gampong Lamklat dan gampong-gampong lainnya di lintasan tadi, seperti Lam Asan, Lamgawee, Lamujong hingga gampong-gampong di kawasan Cot Keu-eung. Diamater kawah lumpur di kawasan ini rata-rata mencapai tiga meter sehingga nyaris menutupi semua badan jalan. Konsekwensinya bila pengguna jalan hendak melintas di jalan tersebut, baik penjalan kaki maupun pengguna kenderaan bermotor, sepatu/sandal atau ban kenderaan terpaksa menyelam ke dasar kawah.
Menurut keterangan masyarakat yang berdiam disepanjang lintasan gampong Lamklat jalan utama lintas antar gampong tersebut tidak pernah tersentuh perbaikan sejak selesai dikerjakan pada tahun 1991. "Pemerintah Kabupaten Aceh Besar memang tidak memandang sebelah mata wilayah kita di sini. Buktinya Pemerintah hanya membangun kawasan-kawasan tertentu saja, yaitu kawasan yang disebut oleh masyarakat Aceh Besar sebagai kawasan LSM, sementara masyarakat diluar kawasan tersebut selalu dianaktirikan" ujar seorang warga yang tidak mau disebut namanya.
Bila kita menyusuri jalan-jalan utama antar gampong dalam Wilayah Mukim Siem, maka sebenarnya kawah lumpur itu tidak hanya terdapat di lintasan Lamklat, namun pemandanangan yang sama, hampir merata disemua lintasan antar gampong dalam wilayah Mukim Siem. Pemandangan lebih parah justru terlihat di lintasan gampong Siem dan Gampong Lamreh sampai ke lintasan yang menghubungkan gampong-gampong di wilayah Mukim Leupung XXVI Kecamatan Kuta Baro.
Para Keuchik dan Imeum Mukim Siem sebenarnya telah berkali-kali menyurati Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, agar berkenan memperbaiki jalan antar gampong dalam wilayah Mukim Siem yang panjang lintasannya mencapai lebih kurang 3 KM, namun hingga saat ini belum mendapat respon positif dari pemerintah. Padahal jalan jalan dalam wilayah dimaksud belum tersentuh perbaikan sejak lebih kurang 19 tahun terakhir.
Para Keuchik dan Imeum Mukim Siem sebenarnya telah berkali-kali menyurati Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, agar berkenan memperbaiki jalan antar gampong dalam wilayah Mukim Siem yang panjang lintasannya mencapai lebih kurang 3 KM, namun hingga saat ini belum mendapat respon positif dari pemerintah. Padahal jalan jalan dalam wilayah dimaksud belum tersentuh perbaikan sejak lebih kurang 19 tahun terakhir.
Realitas ini bagai membenarkan anggapan masyarakat di wilayah pesisir Aceh Besar, bahwa kawasan ini kurang mendapat perhatian dalam pembangunan. Anggapan masyarakat tadi ternyata sesuai juga dengan hasil kajian Lembaga GERAK Aceh Besar terhadap APBK Aceh Besar tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 yang dalam laporannya melansir bahwa pembagian kue pembangunan Aceh Besar hingga saat ini belum merata. Hal ini berarti bahwa paradigma pembangunan Aceh Besar belum berubah, maksudnya masih menumpuk di kawasan-kawasan tertentu, yaitu kawasan yang disebut oleh masyarakat Aceh Besar sebagai kawasan LSM.
Tidak rela secara terus menerus diperlakukan tidak adil, maka tidak berlebihan jika ada seorang tokoh masyarakat di gampong Lamklat mengusulkan agar masyarakat pesisir yang berdekatan dengan Kota Banda Aceh seperti Kecamatan Darussalam diberikan hak untuk melaksanakan referendum guna menanyakan pendapat rakyat kawasan ini apakah tetap bergabung dengan Aceh Besar atau bergabung dengan Kota Banda Aceh. "Meunyoe lagee nyoe sabe leubeh get geutanyoe ta meusahoe droe ngen Banda Aceh manteng" tukas sang tokoh tersebut. Ayoo ...!!! Pakriban...??? (bM)