Makna ied:
Kata Ied diambil dari kata Al ‘aud yang artinya kembali karena ia kembali berulang dan datang dengan kegembiraan.
Adab-adab dalam ied :
Berhias dan berpakaian yang baru dihari raya:
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya dari kakeknya radhiallahu anhuma berkata : ( Bahwa Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam memakai pakaian burdah dari Yaman yang berhias di setiap hari raya.) HR Imam Syafi’ie
Disunahkan makan dan minum sebelum sholat hari raya :
Di dalam riwayat Anas radhiallahu 'anhu berkata: "adalah Nabi shallawahu ‘alaihi wasallam tidak berangkat shalat 'ied sehingga Beliau makan kurma dan Beliau makan dalam jumlah ganjil." (HR Ahmad dan Bukhari).
Diriwayatkan juga dari Buraidah radhiallahu 'anhu berkata : "adalah Nabi shallawahu ‘alaihi wasallam
tidak berangkat shalat 'Ied sampai beliau makan, dan beliau tidak makan
pada hari raya iedul adha sampai beliau pulang (dari sholat) lalu
Beliau makan dari sembelihannya. (HR Ibnu Majah dan Turmudi dan Ahmad).
Berkata Muhallab dalam hal ini : hikmah disunahkan makan sebelum
shalat supaya tidak ada sangkaan wajib berpuasa sampai shalat 'Ied
kelihatannya Beliau ingin menutup pintu kesalahan ini.
Berkata Ibnu Abi Hamzah: ketika kewajiban berbuka jatuh setelah
kewajiban puasa maka disunahkan menyegerakan berbuka sebagai wujud
melaksanakan perintah Allah Ta’ala.
Berkata Ibnu Qudamah: dan hikmah mengakhirkan makan sesudah shalat
'Iedul Adha bahwa hari itu disyariatkan menyembelih dan makan darinya,
maka disunahkan berbuka dari sembelihannya.
Disunahkan mengeluarkan seluruh kaum muslimin di hari raya termasuk wanita:
Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah radhiallahu 'anha berkata: "Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan kami untuk mengeluarkan wanita-wanita di hari raya 'Iedul
Fitri dan Adha yaitu wanita-wanita yang baligh dan haidh dan sedang
dipingit, adapun wanita-wanita yang haidh mereka menjauhi tempat
shalat." Dalam lafadz lain, "menjauhi tempat shalat dan menyaksikan
kebaikan dan doa kaum muslimin, maka aku berkata: wahai Rasulullah,
sebagian kami tidak memiliki jilbab, Beliau berkata: hendaklah sebagian
meminjamkan untuk saudaranya." (HR Bukhari dan Muslim dan yang lainnya).
Berkata Imam Syaukani: "hadits tersebut dan semacamnya menjelaskan
disyariatkannya mengikutkan wanita dalam dua hari raya ke tempat shalat
tanpa membedakan antara gadis atau yang menikah, yang masih muda atau
nenek, yang haidh atau tidak, kecuali yang sedang dalam iddahnya atau
adanya fitnah atau yang sedang dalam uzur."
Namun tempat wanita terpisah dari laki-laki sehingga tidak terjadi
ikhtilath yang menyebabkan fitnah sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu :
"….ketika Rasulullah selesai memberi nasihat kepada kaum pria beliau
turun mimbar lalu mendatangi wanita dan mengingatkan mereka." (HR
Muslim).
Berkata Imam Syaukani: "dalam hadits menunjukkan memisahkan tempat
wanita apabila mereka menghadiri perkumpulan laki-laki karena ikhtilath
merupakan sebab bagi fitnah yang ditimbulkan karena melihat dan
lainnya."
Disunahkan mendatangi tempat sholat dengan berjalan kaki :
Apabila tempat shalat mungkin dicapai dengan berjalan kaki maka
disunahkan mendatanginya dengan berjalan kaki sebagaimana diriwayatkan
oleh Ibnu Umar radhiallahu 'anhu berkata: "adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
keluar ketempat shalat 'Ied dengan berjalan kaki dan pulang juga
berjalan kaki." (HR Ibnu Majah dan dishahihkan Syaikh Albani dalam Shahiul Jami’nya nomer :4932).
Disunahkan melalui jalan berbeda ketika pergi dan pulang dari sholat ied:
Diriwayatkan dari Jabir radhiallahu 'anhu berkata: "adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila ke tempat shalat 'Ied Beliau melewati jalan berbeda ketika pergi dan pulang." (HR Imam Bukhari).
Hadits ini dan yang semacamnya menunjukkan disunahkan pergi ke
shalat 'Ied melalui jalan yang berbeda ketika pulang bagi Imam dan
Makmum dan ini pendapat kebanyakan ulama seperti dikatakan Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari.
Dan hikmah membedakan jalan pergi dan pulang sebagaimana dikatakan Al Manawi dalam Faidhul Qadir: "supaya selamat dari gangguan orang yang ada di kedua jalan, atau untuk tabarruk
(meminta berkah), atau untuk memenuhi hajat kedua jalan itu, atau untuk
menampakkan syiar islam pada keduanya, atau supaya membuat marah
orang-orang munafik yang ada dikedua jalan itu."
Ibnul Qayyim rahimahullah menambahkan: "yang paling benar adalah untuk semua hikmah yang disebutkan atau yang lainnya."
Disunahkan takbir pada hari raya dijalanan dan tempat sholat sampai imam keluar :
Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhu: "bahwa beliau apabila berangkat ketempat shalat bertakbir dan beliau bertakbir dengan suara kencang."
Dalam riwayat lain: "beliau berangkat ketempat shalat pada hari raya
apabila matahari telah terbit lalu bertakbir sampai mendatangi tempat
shalat lalu bertakbir di tempat shalat sampai ketika imam telah duduk
beliau berhenti bertakbir."
Keduanya riwayat Imam Syafi’ie dan dishahihkan dalam Shahihul Jami’ nomer : 4934.
Berkata Al Manawi dalam Faidhul Qadir: "beliau keluar dalam
dua hari raya ketempat shalat yang ada pada gerbang timur Madinah yang
berjarak seribu hasta dari pintu masjid."
Berkata ibnu Syaibah: berkata Ibnul Qayyim: "beliau tidak pernah
shalat 'Ied di masjidnya kecuali sekali karena hujan bahkan beliau
selalu melakukannya di lapangan. Dan madhab Hanafi: "bahwa shalat di
lapangan lebih utama dari di masjid." Dan berkata Malikiyah dan
Hanbaliyah: "kecuali di Makah." Dan berkata ulama Syafiiyyah: "kecuali
di tiga masjid lebih utama karena keutamaan ketika masjid tersebut."
Sifat takbir :
Berkata Imam Syaukani dalam Nailul Authar: "adapun sifat
takbir maka riwayat yang paling shahih yang dikeluarkan Abdur Razaq
dengan sanad yang shahih dari Salman berkata: "bertakbirlah Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar."
Dan diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair dan Mujahid dan Abdur Rahman
bin Abi Laila dikeluarkan Al-Firyani dalam kitab “Iedaini” juga
pendapat Imam Syafi’ie dengan tambahan : Walillahil hamdu.
Dalam riwayat lain: bertakbir tiga kali dan menambah Laa Ilaaha Illallah Wahdahu Laa Syariika Lahu …
Dalam riwayat lain: "bertakbir dua kali dan setelahnya Laa Ilaaha Illallah wallahu Akbar Allahu Akbar walillahil hamdu," diriwayatkan dari Umar dan Ibnu Mas’ud dan dipegang oleh Imam Ahmad dan Ishaq.
Adapun di zaman ini ada beberapa tambahan dalam lafaz takbir yang tidak ada asalnya. Wallahu a’lam.
(Abu Roidah, Lc/voa-islam)
(Abu Roidah, Lc/voa-islam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar