Gedung Rektor Unsyiah |
Memasuki kampus Darussalam keadaan berubah seketika. rimbunan pepohonan yang menghiasi lingkungan kampus segera menyulap udara panas membakar dengan hawa sejuk nan segar. Ketika berada di depan gedung Dayan Dawood segera pula mataku melihat jejalan papan bunga ucapan selamat pelantikan rektor baru dari dua Perguruan Tinggi Negeri di Aceh yaitu Universitas Malikul Shaleh dan Universitas Syiah Kuala. Aku baru teringat bahwa sesuai dengan pemberitaan dari media hari ini Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh akan melantik rektor dari dua perguruan tinggi ternama di Aceh, yakni Prof DR. Darni Daud, MA sebagai rektor Unsyiah dan Apridar, SE, M.Si sebagai rektor Unimal.
Gerombolan orang yang sebagian berjas dan berdasi dengan ekspresi kecerian dan mengumbar tawa hahahahihihi.....masih berkerumun di pelataran gedung yang cukup megah itu. Entah kenapa, tiba-tiba pikiranku terlempar jauh ke belakang, jauh ke masa kerajaan Aceh Darussalam. Menurut penuturan orang-orang tua di kampungku, pada masa kerajaan Aceh Darussalam, kawasan yang hari ini dibangun Kampus Darussalam merupakan kawasan hunian penduduk yang sangat padat. Dahulu kawasan ini termasuk dalam Wilayah Ulee Balang IX Mukim Tungkob, Sagoe XXVI Mukim. Dikisahkan, penduduk yang mendiami wilayah IX Mukim Tungkob dan Mukim Kayee Adang (wilayah termasuk lokasi Kopelma Darussalam sekarang ini) pada masa Kerajaan Aceh Darussalam merupakan kawasan yang sangat padat dengan perumahan penduduk . Diilustrasikan pula, rumah-rumah yang berjejer disepanjang jalan sangat padat (pok due), sehingga bila orang-orang dari dari Mukim Lambaro Angan pergi ke pasar Aceh pada saat hujan, maka dengan berjalan di bawah kolong/emperan rumah masyarakat, maka mereka akan terlindung dari hujan, hingga sampai ke pusat kota kerajaan Banda Aceh Darussalam.
Namun pada masa perang Belanda, terutama pada saat Teuku Umar telah membelot kepihak kolonial pada tahun 1893, banyak perkampungan penduduk yang dibumihanguskan hingga rata dengan tanah. Dengan berbelotnya Teuku Umar yang sangat memahami taktik perang rakyat Aceh, maka pada saat itu Kolonial Belanda banyak mendapatkan kemenangan dalam berbagai front pertempuran dengan rakyat Aceh. Oleh kerena Teuku Umar dianggap berjasa dalam berbagai front pertempuran dengan rakyat Aceh, maka pada tanggal 1 Januari 1894, Gubernur Van Teijn menganugerahkan gelar kehormatan Johan Pahlawan kepada Teuku Umar dan diizinkan pula untuk membentuk legiun pasukan sendiri yang berjumlah 250 tentara dengan senjata lengkap..
Rakyat yang berdiam di wilayah IX Mukim Tungkob merupakan salah satu wilayah yang paliiiiiiiiiiing menderita akibat perang itu. Terlebih lagi masyarakat yang mendiami kawasan lokasi pembangunan kampus sekarang ini, karena kawasan ini dapat dikatakan sebagai gerbang menuju wilayah IX Mukim Tungkob. Rumah-rumah di sini habis dibakar, dan penduduknya ditembak, diperangi serdadu belanda, sementara sebagian rakyat lari dan mengungsi keberbagai wilayah lain seluruh Aceh, bahkan sampai keluar Aceh. Tanah yang ditinggalkan oleh masyarakat ini, kemudian dikuasai oleh Pemerintah kolonial Belanda. Gubernur Jendral Pemerintah Kolonial Belanda kemudian menjadikan kawasan ini sebagai tanah perkebunan dan pengelolaannya diserahkan kepada Perusahaan Swasta dengan status hak erfpacht.
Pada saat Prof. Ali Hasjmy menjadi gubernur pasca pemberontakan DI/TII di Aceh, beliau bertekad membangun Aceh melalui pembangunan bidang pendidikan. Untuk mewujudkan tekad itu, maka pemerintah Provinsi Aceh di bawah kepemimpinan beliau mencanangkan pembangunan Kota Pelajar Mahasiswa, yang akan menjadi pusat pendidikan di Aceh. Lokasi yang dipilih sebagai kampus adalah bekas tanah perkebunan Belanda sebagaimana disebutkan di atas. Di lokasi ini awalnya direncanakan menjadi kampus 4 perguruan tinggi, masing-masing Universitas Syiah Kuala, IAIN Ar-Raniry, Dayah Manyang Tgk Chik Pante Kulu dan APDN Aceh. Pembangunan Kota Pelajar Mahasiswa (KOPELMA) Darussalam ini ditandai dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Ekonomi pada tanggal 29 Mei 1959, dan peristiwa bersejarah ini diperingati sebagai hari Pendidikan Daerah Aceh.
Pembangunan Kampus Darussalam pada awalnya juga melibatkan masyarakat sekitarnya. Setiap hari masyarakat yang mendiami kawasan Mukim Tungkob dan sekitarnya ikut berpartisipasi bergotong royong membersihkan lahan yang digunakan sebagai Kampus Darussalam. Tentunya masyarakat melakukannya dengan suka rela, dengan senang hati, dengan harapan keberadaan kampus Darussalam akan sangat bermanfaat bagi pembangunan masyarakat Aceh pada umumnya wabilkhusus tentunya masyarakat yang berdiam di sekitarnya.
Hari ini, di atas tanah darah dan air mata rakyat wilayah Ulee Balang IX Mukim Tungkob ini telah berdiri gedung – gedung megah dari berbagai fakultas baik yang ada di lingkungan IAIN Ar-Raniry maupun di lingkungan Universitas Syiah Kuala. Kedua perguruan tinggi yang terletak di Kampus Darussalam ini telah menjadi idaman putra dan putri seluruh Aceh agar bisa menuntut ilmu di sana. Sekarang Kampus Darussalam benar-benar telah menjadi kampus jantoong Hate (jantung hati) seluruh rakyat Aceh. Namun bagaimana dengan mayoritas masyarakat kampung yang berdiam di sekitar kampus ? Apakah si jantung hati benar benar dapat memenuhi harapan mereka ? Intinya bagaimana hubungan masyarakat kampus dengan masyarakat kampung di sekitarnya ? Adakah hubungan antara kedua komunitas ini berjalan harmonis ? Adakah antara keduanya terdapat hubungan saling mempengaruhi dan saling menguntungkan ? Ya ada segudang pertanyaan, dan tentu kita juga punya banyak pilihan jawaban. Semua jawaban tentunya sangat tergantung dari persepsi dan sisi pandang kita masing-masing.
Sebagai putra kampung yang berdekatan dengan kampus Darussalam, aku juga memiliki pandangan sendiri terhadap rentetan persoalan di atas. Secara kasat mata, pengalaman ku bertahun-tahun sebagai putra kampung, aku sama sekali tidak melihat adanya upaya atawa kebijakan dari petinggi kampus untuk membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat kampung di sekitarnya. Singkat kata, pendek cerita mereka sangat cuek dengan masyarakat disekelilingnya. Sebaliknya yang nyata terlihat adalah adanya rivalitas antara masyarakat kampung dengan masyarakat kampus. Dengan jelas kita dapat melihat bagaimana masyarakat kampus berusaha sekuat tenaga agar mereka menjadi komunitas yang eksklusif. Lihatlah bagaimana masyarakat kampus berusaha membangun greatwall, tembok berlin dan menggali khandak (parit) yang lebar untuk memisahkan kampus dan kampung. Dan proyek besar ke depan adalah membangun jalan lingkar kampus dan menutup jalan besar yang membelah kampus, agar akses orang-orang kampung ke kampus benar-benar tertutup rapat.
Dan bila kita mencoba membuat daftar persoalan lainnya, maka dengan mudah kita akan menemukan fakta yang sangat tragis, ironis dan menyesakkan dada. Cobalah buka mata dan hati.? Lihat masyarakat petani yang ada di Limpok dan Barabung. Kedua gampong ini adalah kampung yang berbatas langsung dengan kampus. Petani di sini, dari proses produksi sampai pemasaran hasil produksi pertanian masih dilakukan dengan cara-cara yang sangat tradisional, jauh dan sangat jauh dengan manajemen pertanian modern . Padahal di sebelahnya ada Fakultas Pertanian dengan segala jurusannya dan pakar-pakar ilmu pertanian dengan segala bidangnya. Apa yang telah mereka lakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani di sana ? Untuk pertanyaan ini maka saya berani menjawab, tidak, tidak ada. Tidak ada program yang berarti. Di bidang kesehatan, untuk diketahui bahwa kampung-kampung di seputar kampus adalah kawasan endemi penyakit DBD, padahal tidak jauh dari sana ada Fakultas Kedokteran. Setiap tahunnya banyak binatang ternak masyarakat yang terjangkit berbagai penyakit yang mematikan sehingga banyak masyarakat perternak yang mengalami kerugian, tapi apa yang telah dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan.
Untuk diketahui, sebahagian besar bahkan hampir semua aparat pemerintahan gampong dari kampung-kampung seputar kampus tidak memahami manajemen pemerintahan gampong yang baik. Yang lebih parah lagi mereka juga sangat kesulitan untuk membuat aturan-aturan gampong tertulis (qanun/reusam gampong), padahal tuntutan di lapangan kadang-kadang telah membutuhkan. Menyikapi persoalan ini sebenarnya para pakar di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum bisa membantu, tapi jujur saja, apa yang telah mereka lakukan. Jawabannya tidak ada, ya tidak ada...!!! Pertanyaan akan lebih panjang bila kita mengurut peran semua fakultas yang ada di lingkungan Unsyiah dan juga IAIN Ar-Raniry.
Terlepas dari segala persoalan tadi, maka dengan adanya pelantikan Rektor baru (sebenarnya rektor lama, tapi dilantik baru untuk masa jabatan 2010 - 2014) aku berharap, aku berdo'a semoga kedepan ada perubahan dalam tata hubungan masyarakat kampus dengan masyarakat kampung yang ada di sekitarnya. Aku berharap ada orang-orang kampus yang membaca tulisan ini dan mereka tersentuh hatinya untuk membuat program-program yang beorientasi kepada peningkatan kesejahteraan orang-orang kampung di sekitarnya. Semoga kakek-nenek kami yang terusir dari tanah darah dan air mata mereka, di tanah yang hari ini dibangun kampus Darussalam, dengan gedung-gedung yang megah dan perumahan elit untuk petinggi-petingginya, akan lebih tenang di alam sana, ketika mengetahui anak-anak cucu mereka telah menjalani hidup lebih baik. Dalam keraguan aku mencoba berani berharap, berharap kasih dari si jantung hati (jantoong hatee) Kampus Darussalam. Semoga. Wallahu'alam.