Ta harap keu pageue
Pageue pajoh pade
Kasus dugaan perkosaan terhadap tahanan oleh oknum anggota WH Kota Langsa, masih menjadi gunjingan paling hangat pekan ini di seantaro Aceh. Kasus ini menjadi pukulan paling telak terhadap lembaga WH, yang keberadaannya justru dimaksudkan sebagai pengawal tegak syariat di bumi Serambi Makkah. Jika melihat ke belakang, sebenarnya tercatat sederetan kasus memalukan yang juga melibatkan para oknum anggota WH, seperti terlibat khalwat dan memback-up kegiatan maksiat. Namun tidak terlihat adanya upaya yang benar-benar serius dari para pengambil kebijakan di Aceh untuk mengatasi persoalan tersebut. Bahkan terkesan kasus-kasus tadi dibiarkan hilang terkubur tergilas waktu.
Sampai terjadilah peristiwa yang menghentakkan di kota Langsa. Kita seakan tak percaya dengan kejadian ini, meski aromanya telah menusuk hidung dan faktanya telah mencolok mata. Kejadian ini benar-benar bagaikan gempa dan tsunami dalam perjalanan penerapan syariat Islam di Aceh.
Berbagai elemen masyarakat Aceh bereaksi keras terhadap kasus ini, baik secara pribadi maupun secara kelembagaan. Hujatan-hujatan yang ditujukan kepada lembaga WH dan pihak terkait lainnya bagaikan hujan deras memenuhi lembaran halaman pembaca atau SMS pembaca beberapa media cetak lokal di Aceh. Tak kalah gencarnya, tercatat pula banyak LSM yang meneriakkan protes dan kekesalannya, diantaranya LBH Apik, Koalisi NGO HAM, Pos Bantuan Hukum dan HAM Aceh Timur (PB HAM Aceh Timur), Kelompok Kerja Transpormasi Gender Aceh, Pusat Study Hukum dan HAM Universitas Syiahkuala, GWG, Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan, Flower Aceh, Solidaritas Perempuan Aceh, Balai Syura Ureung Inong Aceh. Juga, Forum Ulama Perempuan Aceh Barat, Forum Tuha Peut Aceh Barat, Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Aceh, KontraS Aceh, LBH Anak, Lembaga Kajian Perlindungan Perempuan dan Anak -Aceh Barat, Yayasan Bungong Jeumpa, Yayasan An-Nisa' Banda Aceh, Yayasan JARI Lhokseumawe, Prodelat, Leuham, Yayasan Sri Ratu Safiatuddin, Fatayat NU, SHEEP Aceh, CCDE, Liga Inong Aceh wilayah Bireun dan Aceh Timur, Serikat Inong Aceh.
Lembaga WH yang berada di bawah instansi Satpol-PP dan WH menjadi bulan-bulanan kritikan masyarakat. Tetapi lembaga ini seakan diam seribu bahasa. Entah apa yang mereka harapkan, barangkali mereka berharap biarlah kasus kembali hilang terbawa waktu, seperti kasus-kasus sebelumnya. Tiada penjelasan yang menyejukkan yang dapat membawa harapan baru kepada masyarakat yang begitu sangat tersakiti dengan kasus ini.
Sejatinya kita bisa belajar banyak dari kasus-kasus sebelumnya. Lalu berusaha sungguh-sunguh dan sekeras-kerasnya untuk memperbaiki berbagai kelemahan dalam penerapan syariat Islam. Upaya ini sangat diperlukan untuk menghidari insiden-insiden yang justru mencederai keluhuran Syariat Islam itu sendiri. Kecerobohan-kecerobohan yang kita lakukan dalam implementasi syariat Islam di Aceh merupakan pengkhianatan dan penghinaan dalam bentuk lain terhadap syariat Islam.
Kedepan tak ada pilihan lain, kecuali kita mesti berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki berbagai sisi kelemahan dalam pelaksanaan syariat. Salah satu yang perlu diperbaiki adalah proses rekrutmen anggota WH. Informasi yang berkembang di masyarakat, proses rekrutmen anggota WH dewasa ini, tidak berbeda dengan proses rekrutmen PNS lainnya, yang cenrung ternodai dengan pendekatan kolusi dan nepotisme. Akibatnya banyak anggota WH yang direkrut, tidak mengerti syariat dan tidak bermental syariat. Mereka menjadi anggata WH semata-mata untuk mencari makan, tanpa komitmen sedikitpun untuk penegakan syariat.
Semestinya yang menjadi anggota WH, disamping orang-orang yang benar-benar mengerti syariat, mereka juga orang-orang yang teruji memiliki komitmen yang tinggi terhadap pelaksanaan syariat. Mereka adalah orang-orang yang sungguh-sungguh memiliki kepekaan syariat (senses of Sharia) yang tinggi dan agung. Sosok yang mau dan mampu mengorban apapun untuk kepentingan tegaknya hukum Allah di bumi ini. Dan tentu ada berbagai syarat ideal lainnya yang mesti dipenuhi oleh sang pengawal tegaknya syariat.
Untuk menjaring sosok seperti ini, maka yang mesti diperbaiki adalah proses rekrutmennya. Kita mesti memiliki pola rekrutmen yang handal guna menyeleksi calon anggota WH yang sesuai dengan kualifikasinya. Hal ini menjadi amanah dan PR bagi pejabat-pejabat instansi terkait, bagi pemikir-pemikir, bahkan seluruh komponen masyarakat Aceh untuk menemukan pola rekrutmen terbaik. Semoga ke depan akan ditemukan sosok WH sejati, dan syariat Islam akan dijalankan dengan sepenuh hati... Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar