Adat bak Poteumeureuhoem, Hukoem bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Lakseumana”~~~~~~~ Adat ban adat, hukom ban hukom, hanjeut meuron-ron krie-krie nyang hawa, watee meupakat adat ngon hukom, nanggroe rukon, hana le goga~~~ Roek ngon bara bak ureung naggroe, pasoe bajoe bak ureung tuha, tameh teungoh bak ulee balang, peutrang puteh itam bak ulama~~~Gaseh keu aneuk beuget tapapah, gaseh keu nangbah beuget tajaga~~~Raseuki deungon tagagah ....Tuah deungon tamita.....Tuah meubagi-bagi.......Raseuki meujeumba-jeumba~~~~~Teupat ke pangkai, akay keu laba~~~ KRAB TAJAK GEUBRIE SITUEK, JAREUNG TADUEK GEUJOK TIKA~~~~~ ASAI CABOK NIBAK KUDE, ASAI PAKE NIBAK SEUNDA ~~~~~~~~ Duek, duek aree, jak, jak langay~~~~Meunyoe ate hana teupeh pade bijeh geupeutaba, tapi meunyoe ate ka teupeh bu leubeh han meuteumeung rasa~~~Jaroe bak langay, mata u pasay~~~Singet bek rhoe beuabeh~~~ Nibak puntong get geunteng, nibak buta get juleng~~~Mate aneuk meupat jeurat, mate adat pat tamita~~~Tameh surang sareng, asay puteng jilob lam bara~~~tameungeuy ban laku tuboh, tapajoh ban laku atra ~~~Uleu beumate, ranteng bek patah~~~Kameng blang pajoh jagong, kameng gampong keunong geulawa~~~lagee manok toh boh saboh, jeut lampoh soh jimeuseurapa, dipinyie jitoh siribee, hana jithee le silingka~~~ lagee bubee duwa jab, keunoe toe keudeh pih rhab~~~bak adat han jikab, bak hukom han ji talum~~~paleh sagoe meuleuhob jurong, paleh gampong tan ureung tuha~~~hak ube jiplueng, bulueng ube jiteuka~~~meunyoe na ate, pade tatob, hana bak droe talakee bak gob~~~rayek rumoh rayek keunaleung, rayek bateueng rayek sawa, rayek pageu rayek beunteueng, rayek ureung rayek keureuja~~~PUTOH NGON MUPAKAT, KUWAT NGON MEUSEURAYA~~~~~~blink>Diet Peugah Duem Peubuet Banja Beusanteut Mukim Siem Tapuga

R a n u b si G a p u e


Assalamu'alaikumwarahmatullah...
Jaroe duablah ateuh jeumala,
Saleum ulon brie keu syedara meutuwah,
Neubrie ya Allah mandum sijahtra...
Amiin Ya Rabbal A'lamiin...

Dengan segala kerendahan hati, kami menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua Pengunjung blog baleeMUKIM. Meski dalam format dan tata saji yang amat sederhana, kami memberanikan diri untuk mendedikasikan blog ini untuk mengawal, mempertahankan dan mengembangkan keberadaan komunitas dan Lembaga Pemerintahan Mukim di Aceh pada umumnya, atau Mukim Siem - Darussalam khususnya.
Kami mengundang pengunjung sekalian agar berkenan berpartisipasi mewujudkan Visi dan Missi dari blog baleeMUKIM ini. Sumbangan pikiran, pendapat, komentar, kritik, saran, dan apapun yang sifatnya konstruktif, merupakan cemeti yang seharusnya mendorong kita untuk lebih maju.
Pengunjung sekalian...sekecil apupun keterlibatan anda dalam upaya pencapaian tujuan mengawal, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi komunitas Mukim di Aceh, menurut kami mesti diapresiasikan sebagai perjuangan menuju kehidupan lebih terhormat dan bermartabat di atas landasan budaya kita sendiri.
Ayo..., lakukan ...!!! Bersama Kita Bisa...!!!

"Rhoek ngen bara bak ureung Nanggroe, Pasoe bajoe bak ureung tuha, Tameh teungoh bak ulee balang, peutrang puteeh itam bak ulama."
Pengunjung sekalian..., mari wujudkan cita-cita besar ini, mulailah dengan sebuah langkah kecil. ingat...!!! Perjalanan ribuan kilometer selalu diawali dengan sebuah langkah kecil...lakukan sekarang...!

Wassalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakatuh
teurimong gaseh.
admin.

CUT TARI, BERI KAMI VIDEO PEURUNO BUKAN VIDEO PORNO


CUT TARI,
BERI KAMI VIDEO PEURUNO
BUKAN VIDEO PORNO

 Kasus Video porno yang melibatkan pelaku mirip artis ternama ibukota Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari, telah mengguncangkan dunia pemberitaan di tanah air.  Gencarnya pemeberitaan kasus ini seakan menenggelamkan kasus-kasus raksasa lainnya yang sebelumnya menguasai rating pemberitaan di Indonesia.
“Iya (mereka) di video itu, tapi kan nanti mau dikroscek lagi sama fisiknya dan itu yang tahu adalah penyidik” kata Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Polisi Marwoto kepada media.   Pernyataan ini seakan menjawab teka-teki siapa pelakon video porno yang selama ini sering ditulis di media masa sebagai  mirip Ariel, Luna Maya dan Cut Tari.
Video yang berdurasi 8,45 menit itu, ditayangkan berulang kali secara vulgar oleh berita-berita infotaiment berbagai televisi swasta, telah membawa dampak yang sangat besar terhadap kerusakan moral remaja di negeri ini.  Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya kasus perkosaan terhadap anak-anak dibawah umur yang dilakukan oleh para remaja di tanah air.  Umumnya pelaku pemerkosaan itu mengaku terangsang karena menonton video porno mirip Ariel, Luna dan Cut Tari tersebut.
Keterlibatan Cut Tari yang notabene adalah keturunan bangsawan Aceh, merupakan sebuah pukulan yang sangat berat, bagi sebagian besar  orang Aceh.  Cut Tari benar-benar  berhasil mempermalukan Aceh yang dikenal sedang gencar-gencarnya berusaha menerapkan syariat Islam.
Kejadian memalukan itu telah terjadi, sebagai orang Aceh, barang kali kita hanya bisa menyesali. Sebagai sosok yang terlahir sebagai keturunan bangsawan Aceh, seharusnya Cut Tari membuat Video Peuruno (bahasa Aceh; mendidik) bukan video porno.
   

Tuha Peut Mukim Siem Terbentuk

* dengan mengedepankan prinsip : "Mengerti dan Peduli"
             
             Pada hari Sabtu, tanggal 5 Juni 2010, bertempat di aula Yayasan Darussalam, Komplek Masjid Jamik Baitul Ahad Mukim Siem, Pemerintah Mukim Siem Aceh Besar , telah melaksanakan kegiatan Orientasi Tuha Peut se-Wilayah Mukim Siem.  Kegiatan yang diikuti oleh semua Tuha Peut Gampong dalam Wilayah Mukim Siem itu, difasilitasi oleh Bapak Sanusi M. Syarief dari Yayasan Rumpun Bambu Indonesia (YRBI), sebuah LSM Lokal yang menakzimkan diri dalam pelestarian dan pembinaan adat di Aceh.

Salah satu output yang dihasilkan melalui kegiatan Orientasi Tuha Peut Gampong sewilayah Mukim Siem adalah berhasil disepakati  pembentukan dan format Tuha Peut Mukim Siem. Susunan Tuha Peut Mukim Siem sesuai dengan kesepakatan dimaksud terdiri dari 17 orang selain pencerminan dari 4 unsur yakni unsure ulama, unsure cendekia, tokoh adat dan tokoh masyarakat  juga merupakan representasi dari gampong-gampong dan lembaga adat yang ada dalam wilayah Mukim Siem sebagai berikut :
1. Utusan Gampong dalam Mukim Siem                        8 orang
2. Penunjukan imeum Mukim                                     2 orang
3. Penunjukan Imeum Chiek                                       1 orang
4. Unsur Keujreun Blang                                            1 orang
5. Unsur Panglima Uteun                                           1 orang
6. Unsur Pemuda Mukim                                            1 orang
7. Unsur Ureung Inong                                               2 orang
8. Unsur Remaja Masjid                                             1 orang
          Jumlah                                                        17 orang

          Menindak lanjuti kesepakatan tersebut, maka pada hari Jum’at tanggal 19 Juni telah dilaksanakan Rapat Susulan yang dihadiri oleh perwakilan Gampong dan lembaga dalam wilayah Mukim Siem untuk memilih anggota Tuha Peut Mukim Siem. 
          Dengan mengedepankan prinsip “MENGERTI DAN PEDULI” melalui proses musyawarah untuk mufakat, maka telah berhasil memilih anggota Tuha Peut Mukim Siem sebagai berikut:


NO
NAMA
JABATAN
UTUSAN
1
Nazli, SE, M.Si.
Ketua/Anggota
 Lambitra
2.
Drs. Ismuha
Sekretaris
Lambiheue Siem
3.
K. Hasballah Hasan
Anggota
Mukim
4.
M. Amin Husain
Anggota
Mukim
5.
Sulaiman M. Nur, S.Pd
Anggota
Majelis Imeum
6.
Drs. M. Jakfar A. Rani
Anggota
Kr. Kalee
7.
K. Sulaiman Yakob
Anggota
Siem
8.
Dermawan Affan
Anggota
Lamreh
9.
Razali Pinta
Anggota
Lamasan
10.
Iskandar Mirza
Anggota
Lamklat
11.
Khairul Akhyar
Anggota
Lieue
12.
M. Nasir Muhammad
Anggota
Lambiheue Siem
13.
Hasballah Madan
Anggota
Keujreun Blang Mukim
14.
M. Nasir Ibrahim
Anggota
Panglima Glee
15.
Samsul Bahri Yasin
Anggota
Pemuda Mukim
16.
Dra. Ainul Mardhiah
Anggota
Ureung Inong
17.
Nurlina
Anggota
Ureung Inong
18.
Subhan Fajri
Anggota
Remaja Masjid

        Imeum Mukim Siem Asnawi Zainun merasa sangat bersyukur atas terbentuknya lembaga Tuha Peut Mukim Siem, karena dengan adanya lembaga ini akan mendapatkan mitra kerja yang sangat penting dalam menjalankan tugas pengabdian di tengah-tengah masyarakat.  Sebenarnya ditataran akar rumput banyak sekali persoalan yang membutuhkan kepedulian segenap  komponen masyarakat.  Oleh Karena keberadaan Tuha Peut Mukim diharapkan dapat menjawab persoalan-persoalan masyarakat tadi.
                

KEKUASAAAN PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

Senin, 3 Agustus 2009
Penulis : H. Taqwaddin, SH., SE., MS.

Menurut Sejarahnya, sejak masa Kerajaan Aceh Darussalam hingga awal Pemerintahan NKRI dimasa Rezim Orde Lama, mukim adalah lembaga pemerintahan yang berada di bawah nanggroe yang dipimpin oleh Ulee Balang.

1. MUKIM ADALAH LEMBAGA PEMERINTAHAN.
Menurut Sejarahnya, sejak masa Kerajaan Aceh Darussalam hingga awal Pemerintahan NKRI dimasa Rezim Orde Lama, mukim adalah lembaga pemerintahan yang berada di bawah nanggroe yang dipimpin oleh Ulee Balang. Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, jenjang pemerintahan (Thamrin):
      1. Kerajaan (Sultan)
      2. Sagoe (Panglima Sagoe)
      3. Nanggroe (Ulee Balang)
      4. Mukim (imuem mukim)
      5. Gampong (keuchik).

Pada masa awal kemerdekaan atau era Rezim Orde Lama, mukim juga sebagai lembaga pemerintahan. Jenjang pemerintahan pada masa itu :
   1. Pemerintahan Pusat
      2. Pemerintahan Provinsi
      3. Pemerintahan Keresidenan (dihapus dg Perpres 22/1963)
      3. Pemerintahan Kabupaten
      4. Pemerintah Kewedanaan (dihapus dg Perpres 22/1963)
      5. Pemerintahan Mukim
      6. Pemerintahan Gampong.

Pada Masa Orde Baru. Mukim tidak lagi diakui sebagai pemerintahan. Jenjang pemerintahannya, menjadi :
      1. Pemerintahan Pusat
      2. Pemerintahan Daerah Tingkat I
      3. Pemerintahan Daerah Tingkat II
      4. Pemerintah Kecamatan
      5. Pemerintahan Desa / Pemerintah Kelurahan.
 
Pada Masa Reformasi. Sekarang, Mukim kembali diakui sebagai lembaga pemerintahan. Jenjang pemerintahan masa kini :
      1. Pemerintahan Pusat
      2. Pemerintahan Provinsi
      3. Pemerintahan Kabupaten/kota
      4. Pemerintah Kecamatan (SKPD Pemkab)
      5. Pemerintahan Mukim
      6. Pemerintahan Gampong

Diakui kembali dengan UU 18/2001 tentang Otsus NAD, yang dijabarkan dengan  Qanun 4/2003 tentang Pemerintahan Mukim. Dalam Pasal 3 Qanun 4/2003, ditegaskan bahwa tugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, peningkatan pelaksanaan syariat Islam.

Unsur Pemerintahan Mukim adalah Imeum Mukim dan Tuha Lapan. Kedudukan mereka setara (santeut). Tuha lapan terdiri dari unsur: ulama, cendekia, tokoh masyarakat, pemuda, dan lain-lain (tuha, tuho, teupeu, teupat).
Sedangkan unsur Pemerintah Mukim adalah imeum mukim, imeum chik, perangkat mukim (sekretatis, kepala urusan adm, dan tuha adat).

Posisi seperti di atas, sekarang, yang menempatkan imeum chik di bawah imeum mukim, hemat saya tidak sesuai dengan prinsip pembagian kekuasaan yang dipraktekkan pada masa lalu. Pada masa Kerajaan Aceh sebelum adanya NKRI maupun masa awal Republik Indonesia (Orde Lama), dikenal tiga pilar kekuasaan dalam pemerintahan mukim yang berkedudukan setara, yaitu : Imeum Mukim, Imeum Chik, dan Tuha Lapan. Sistem pembagian kekuasaan seperti ini telah dipraktekkan sejak masa Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636), jauh hari sebelum Montesquei memperkenalkan teorinya tentang trias politica. 

2.  MUKIM BERKUASA ATAS SUMBERDAYA ALAM (SDA)
Kekuasaan mukim atas sumberdaya alam merupakan eksistensinya sebagai lembaga pemerintahan otonom, yang mempunyai kekayaan dan sumber keuangan tersendiri (asli), system kepemimpinan, hukumnya sendiri, serta tata peradilannya.

Sumberdaya Alam (SDA) di bawah kekuasaan mukim adalah apasaja yang merupakan hak ulayat mukim, baik  yang telah dikuasai/kelola ataupun yang belum, sepanjang dalam batas jangkauan mereka menurut kriteria hukum adatnya. SDA ini dapat berupa pasie, laot, blang/umong, peukan, krueng, alue, glee, uteun, rawa, paya, kuala, danau, rod, jalan, pareek, dan lain-lain.

SDA yang belum mereka kelola pun merupakan hak ulayat mukim. Makna belum dikelola bukan berarti atau bermaksud ditelantarkan, melainkan sebagai warisan dan hak generasi berikutnya. Jadi dalam perspektif kearifan masyarakat hukum mukim, khususnya yang mendiami kawasan pedalaman, SDA bukan semuanya harus dikuasasi atau dikelola secara sekaligus. Tetapi perlu disisakan untuk kawasan pengelolaan masa depan oleh generasi berikutnya dengan kemampuan yang berkembang sesuai dengan masanya.

Berkuasa atau kekuasaan”  bermakna memiliki kewenangan mengatur, memberikan izin, dan melakukan pengawasan. Sedangkan operasional pelaksanaan pengelolaan SDA dilakukan oleh masing-masing petua adatnya sebagai sebagai satuan kerja perangkat mukim (SKPM) sesuai dengan jenis SDA-nya, yaitu :
Laot dikelola oleh panglima laot,
Peukan dikelola oleh Haria Peukan,
Blang dikelola oleh Kejruen Blang,
Lampoeh dikelola oleh Petua Seuneubok,
Uteun dikelola oleh Pawang Glee/panglima uteun.

Tuha Peut Ikut Orientasi


Serambi Indonesia 
Sun, Jun 6th 2010, 15:05
BANDA ACEH - Puluhan tuha peut se Kemukiman Siem, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, Sabtu (5/6) kemarin, mengikuti orientasi tentang pentingnya peran tuha peut di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan itu digelar di Aula Yayasan Darussalam, Kompleks Masjid Jamik, Baitul Ahad. Kepala Mukim Siem, Asnawi Zainun SH, mengatakan tema yang diangkat dalam kegiatan itu adalah optimalisasi fungsi dan tanggung jawab tuha peut dalam tata Pemerintahan Gampong dan Mukim menuju pembangunan masyarakat yang partisipatif dan demokratis.

“Ini orientasi yang pertama kali dilakukan. Tujuannya meningkatkan pemahaman tuha peut terhadap fungsi dan tanggungjawabnya dalam tata Pemerintahan Gampong dan Mukim, baik dari perspektif adat maupun ketentuan undang-undang,” kata Asnawi kepada Serambi.

Ditambahkan, tuah peut berfungsi sebagai lembaga permusyawaratan dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, kata Asnawi, dalam perjalanannya tuha peut belum mampu menunjukkan peran dan tanggungjawabnya secara optimal. Ini disebabkan berbagai faktor baik dari internal maupun eksternal,” katanya.

Hadir pada acara orientasi tersebut, anggota DPRA Mawardi Ali, Wakil Ketua DPRK Aceh Besar, T Ibrahim Amin, anggota DPRK Aceh Besar, Mussanif, Camat Darussalam, Drs Subki, para keuchik, sekretaris gampong, dan tokok-tokoh masyarakat.(c47)

Perwakilan Mukim Tinggalkan Forum GCF


Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) Gusti Muhammad Hatta (kiri) berbincang dengan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf didampingi Wagub Muhammad Nazar saat tiba di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Rabu (19/5) sekaligus menyaksikan pameran satwa dan lingkungan. Meneg LH hari ini, Kamis (20/5) dijadwalkan membuka pertemuan Governors’ Climate and Forest (GCF). SERAMBI/GUNAWAN
BANDA ACEH

Kekecewaan perwalikan mukim yang menjadi peserta pada forum Guvernors’ Climate and Forest Meeting (GCF) 2010, Rabu (19/5) mencapai klimaks. Sebanyak 21 dari 23 perwakilan mukim di Aceh yang ikut serta dalam forum tersebut memilih meninggalkan forum sebelum acara selesai.

Informasi yang diperoleh Serambi, kekecewaan mukim dipicu atas sikap Gubernur Irwandi Yusuf yang tidak merespons sejumlah poin tuntutan hasil kesepakatan para mukim di Aceh. Menurut informasi lain, kekecewaan juga disebabkan peserta merasa diabaikan dan dinilai hanya sebagai pelengkap dalam forum.

Sebelumnya berkembang informasi, para mukim yang menjadi peserta CCF diwacanakan akan dipertemukan dengan 14 delegasi dari berbagai negara. Tapi nyatanya, perwakilan mukim hanya mendapat tempat ruang diskusi terpisah (side event) dengan delegasi berbagai negara yang memang melakukan pertemuan di ruang lain (main event) dan tertutup untuk pers.

Ketua Majelis Mukim Aceh Besar, Nasruddin, mengakui dirinya sudah meninggalkan ruang forum sejak Selasa (18/5) sore sekaligus keluar dari penginapan Hotel Kuala Raja.  “Menurut rencana ada satu hari lagi jadwal untuk kami hadir, tapi hari ini (kemarin, red) saya dapat informasi banyak yang sudah pulang,” kata Nasruddin.

Menurut Nasruddin, tuntutan para mukim dari lima kabupaten (Aceh Besar, Aceh Jaya, Pidie, Pidie Jaya, dan Aceh Barat) sudah sangat jelas disuarakan lewat pernyataan sikap bersama. Mereka menuntut pengembalian kedaulatan mukim atas wilayah dan sumberdaya alam. Yaitu; kejelasan tata batas wilayah antarmukim, tata ruang mukim, pengakuan hak masyarakat atas tanah, dan pengakuan kewenanangan mukim atas sumber daya alam dan harta mukim serta pemberiaan kewenamgan sepenuhnya atas penyelenggaraan pemerintah di tingkat mukim. Pernyataan sikap bersama ini ditandatangani 17 mukim pada 15 Mei 2010 dan ditujukan kepada Gubernur Irwandi Yusuf.

Dipanggil gubernur
Santernya suara para mukim yang ‘protes’ dalam forum, membuat Irwandi Yusuf mendadak memanggil perwakilan mukim dari lima wilayah yang membuat pernyataan bersama. Sedangkan pada saat bersamaan juga ada aksi unjuk rasa dari Forum Masyarakat Sipil untuk Kedaulatan Mukim di depan Hotel Hermes Palace dengan tuntutan yang sama, Selasa (18/5) siang.

Menurut Nasruddin, pertemuan antara Irwandi Yusuf dengan empat perwakilan mukim (minus Pidie Jaya) menghasilkan kesepakatan, gubernur menerima tuntutan mukim di lima wilayah tersebut yang kemudian oleh perwakilan mukim keputusan itu disampaikan kepada pengunjuk rasa. Namun sikap pemerintah tersebut dinilai belum cukup. “Massa meminta naskah tuntutan itu ada jaminan tertulis dari gubernur, dan massa minta berjumpa langsung dengan gubernur, tapi itu tidak terjadi,” kata Nasruddin.

Akhirnya pada Selasa sore, massa pengunjuk rasa membubarkan diri. Diduga akibat sikap gubenur inilah yang memicu kekecewaan para perwakilan mukim yang menjadi perserta forum CGF mengambil keputusan meninggalkan ruangan, dan hingga Rabu kemarin yang tersisa hanya dua perwakilan (Aceh Jaya dan Pidie), sedangkan 21 perwakilan lainnya memilih pulang.

Belum siap
Koordinator Jaringan Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, Yuriyun kepada pers mengatakan, Pemerintah Aceh yang menjadi pemrakarsa utama proyek Reducing Emission from Deforestation and Degration (REDD) belum memberikan informasi penuh mengenani REDD. Terutama tentang mekanisme REDD dan keuntungannya bagi masyarakat. “Menurut pandangan saya masyarakat belum siap menerima REDD, karena mereka tidak pernah tahu tentang REDD,” ujarnya.

Koordinator Wilayah XXVI Mukim Aceh Besar, Asnawi Zain, menyebutkan proyek REDD dinilai hanya wacana di tingkat elit. “Padahal di sana ada kepentingan menyangkut masyarakat desa, termasuk mukim. Tapi ini tidak menjadi perhatian pemerintah,” katanya.  Menurutnya, keberadaan mukim diakui secara yuridis dalam UU Nomor 18/2001, Qanun Nomor 4/2003, dan Pasal 114 UU Nomor 11/2006.

Sukses Brazil
Dari dalam forum GCF, Rabu (19/5), masih berlangsung diskusi, baik di forum side event maupun main event yang dihadiri 14 delegasi dari berbagai negara. Dari ruang main event yang tertutup bagi wartawan dibahas antara lain mekanisme kerja berkaitan dengan regulasi perdagangan karbon yang berlaku di Kalifornia, Amerika Serikat.

Sedangkan di side event masih berlangsung diskusi dengan pembicara Mariano Cenamo (IDESAM), Frank Momberg (FFI), dan Rezal Kusumaatmadja (Starling Resources). Dalam diskusi ini ada hal yang menarik. Ternyata, Brazil terbilang sukses dalam menerapkan pilot project pengurangan emisi atau disingkat REDD. Proyek REDD dan pembangunan berkelanjutan tersebut sudah berjalan sejak dua tahun lalu yang mengambil lokasi di kawasan hutan Lindung Juma berpenduduk 4.200 jiwa.

Warga yang menempati kawasan hutan setiap bulannya mendapat insentif dari pemerintah senilai Rp 250.000 atau 25 dollar per kepala keluarga sebagai kompensasi atas kelestarian hutan karbon di kawasan itu.

Keberhasilan Brazil dalam penerapan pilot project REDD ini dipaparkan Sekretaris Eksekutif IDESAM, Mariano C Cenamo dalam sesi presentasi di kelompok peserta side event. Menurut Cenamo, proyek REDD ini masih berlangsung hingga kini dan berada di bawah koordinasi pemerintah dan lembaga pemerhati lingkungan di negara samba itu.

Cenamo juga menyebutkan, keuntungan dari keberadaan hutan Juma yang menghasilkan karbon juga dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat yang menempati kawasan sekitar hutan.  Insentif juga diberikan untuk masyarakat guna mendukung berbagai program penguatan kapasitas kelembagaan, termasuk kepada mereka pemangku kepentingan di level bawah.

“Seperti kalau di Aceh ada mukim yang tidak memiliki pekerjaan, tapi karena mereka terlibat dalam mengurus asosiasi atau lembaga mukim, maka untuk mereka juga diberikan insentif,” katanya.  enurut Cenamo, bantuan dana sukarela dari kompensasi hutan lindung Juma, dialokasikan juga untuk sektor kegiatan livelihood yang sifatnya tidak merusak hutan. Kesemua dana yang diberikan perusahaan hotel Marriot Internasional tersebut, kata Cenamo, diperoleh dari tamu yang menginap di hotel itu. Dimana setiap kamar dipungut 1 dollar per malam. (sar)

Jadwal Shalat