Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) Gusti Muhammad Hatta (kiri) berbincang dengan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf didampingi Wagub Muhammad Nazar saat tiba di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Rabu (19/5) sekaligus menyaksikan pameran satwa dan lingkungan. Meneg LH hari ini, Kamis (20/5) dijadwalkan membuka pertemuan Governors’ Climate and Forest (GCF). SERAMBI/GUNAWAN
BANDA ACEH -
Kekecewaan perwalikan mukim yang menjadi
peserta pada forum Guvernors’ Climate and Forest Meeting (GCF) 2010, Rabu
(19/5) mencapai klimaks. Sebanyak 21 dari 23 perwakilan mukim di Aceh yang ikut
serta dalam forum tersebut memilih meninggalkan forum sebelum acara selesai.
Informasi yang diperoleh Serambi, kekecewaan mukim dipicu atas sikap Gubernur Irwandi Yusuf yang tidak merespons sejumlah poin tuntutan hasil kesepakatan para mukim di Aceh. Menurut informasi lain, kekecewaan juga disebabkan peserta merasa diabaikan dan dinilai hanya sebagai pelengkap dalam forum.
Sebelumnya berkembang informasi, para mukim yang menjadi peserta CCF diwacanakan akan dipertemukan dengan 14 delegasi dari berbagai negara. Tapi nyatanya, perwakilan mukim hanya mendapat tempat ruang diskusi terpisah (side event) dengan delegasi berbagai negara yang memang melakukan pertemuan di ruang lain (main event) dan tertutup untuk pers.
Ketua Majelis Mukim Aceh Besar, Nasruddin, mengakui dirinya sudah meninggalkan ruang forum sejak Selasa (18/5) sore sekaligus keluar dari penginapan Hotel Kuala Raja. “Menurut rencana ada satu hari lagi jadwal untuk kami hadir, tapi hari ini (kemarin, red) saya dapat informasi banyak yang sudah pulang,” kata Nasruddin.
Menurut Nasruddin, tuntutan para mukim dari lima kabupaten (Aceh Besar, Aceh Jaya, Pidie, Pidie Jaya, dan Aceh Barat) sudah sangat jelas disuarakan lewat pernyataan sikap bersama. Mereka menuntut pengembalian kedaulatan mukim atas wilayah dan sumberdaya alam. Yaitu; kejelasan tata batas wilayah antarmukim, tata ruang mukim, pengakuan hak masyarakat atas tanah, dan pengakuan kewenanangan mukim atas sumber daya alam dan harta mukim serta pemberiaan kewenamgan sepenuhnya atas penyelenggaraan pemerintah di tingkat mukim. Pernyataan sikap bersama ini ditandatangani 17 mukim pada 15 Mei 2010 dan ditujukan kepada Gubernur Irwandi Yusuf.
Dipanggil gubernur
Santernya suara para mukim yang ‘protes’ dalam forum, membuat Irwandi Yusuf mendadak memanggil perwakilan mukim dari lima wilayah yang membuat pernyataan bersama. Sedangkan pada saat bersamaan juga ada aksi unjuk rasa dari Forum Masyarakat Sipil untuk Kedaulatan Mukim di depan Hotel Hermes Palace dengan tuntutan yang sama, Selasa (18/5) siang.
Menurut Nasruddin, pertemuan antara Irwandi Yusuf dengan empat perwakilan mukim (minus Pidie Jaya) menghasilkan kesepakatan, gubernur menerima tuntutan mukim di lima wilayah tersebut yang kemudian oleh perwakilan mukim keputusan itu disampaikan kepada pengunjuk rasa. Namun sikap pemerintah tersebut dinilai belum cukup. “Massa meminta naskah tuntutan itu ada jaminan tertulis dari gubernur, dan massa minta berjumpa langsung dengan gubernur, tapi itu tidak terjadi,” kata Nasruddin.
Akhirnya pada Selasa sore, massa pengunjuk rasa membubarkan diri. Diduga akibat sikap gubenur inilah yang memicu kekecewaan para perwakilan mukim yang menjadi perserta forum CGF mengambil keputusan meninggalkan ruangan, dan hingga Rabu kemarin yang tersisa hanya dua perwakilan (Aceh Jaya dan Pidie), sedangkan 21 perwakilan lainnya memilih pulang.
Belum siap
Koordinator Jaringan Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, Yuriyun kepada pers mengatakan, Pemerintah Aceh yang menjadi pemrakarsa utama proyek Reducing Emission from Deforestation and Degration (REDD) belum memberikan informasi penuh mengenani REDD. Terutama tentang mekanisme REDD dan keuntungannya bagi masyarakat. “Menurut pandangan saya masyarakat belum siap menerima REDD, karena mereka tidak pernah tahu tentang REDD,” ujarnya.
Koordinator Wilayah XXVI Mukim Aceh Besar, Asnawi Zain, menyebutkan proyek REDD dinilai hanya wacana di tingkat elit. “Padahal di sana ada kepentingan menyangkut masyarakat desa, termasuk mukim. Tapi ini tidak menjadi perhatian pemerintah,” katanya. Menurutnya, keberadaan mukim diakui secara yuridis dalam UU Nomor 18/2001, Qanun Nomor 4/2003, dan Pasal 114 UU Nomor 11/2006.
Sukses Brazil
Dari dalam forum GCF, Rabu (19/5), masih berlangsung diskusi, baik di forum side event maupun main event yang dihadiri 14 delegasi dari berbagai negara. Dari ruang main event yang tertutup bagi wartawan dibahas antara lain mekanisme kerja berkaitan dengan regulasi perdagangan karbon yang berlaku di Kalifornia, Amerika Serikat.
Sedangkan di side event masih berlangsung diskusi dengan pembicara Mariano Cenamo (IDESAM), Frank Momberg (FFI), dan Rezal Kusumaatmadja (Starling Resources). Dalam diskusi ini ada hal yang menarik. Ternyata, Brazil terbilang sukses dalam menerapkan pilot project pengurangan emisi atau disingkat REDD. Proyek REDD dan pembangunan berkelanjutan tersebut sudah berjalan sejak dua tahun lalu yang mengambil lokasi di kawasan hutan Lindung Juma berpenduduk 4.200 jiwa.
Warga yang menempati kawasan hutan setiap bulannya mendapat insentif dari pemerintah senilai Rp 250.000 atau 25 dollar per kepala keluarga sebagai kompensasi atas kelestarian hutan karbon di kawasan itu.
Keberhasilan Brazil dalam penerapan pilot project REDD ini dipaparkan Sekretaris Eksekutif IDESAM, Mariano C Cenamo dalam sesi presentasi di kelompok peserta side event. Menurut Cenamo, proyek REDD ini masih berlangsung hingga kini dan berada di bawah koordinasi pemerintah dan lembaga pemerhati lingkungan di negara samba itu.
Cenamo juga menyebutkan, keuntungan dari keberadaan hutan Juma yang menghasilkan karbon juga dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat yang menempati kawasan sekitar hutan. Insentif juga diberikan untuk masyarakat guna mendukung berbagai program penguatan kapasitas kelembagaan, termasuk kepada mereka pemangku kepentingan di level bawah.
“Seperti kalau di Aceh ada mukim yang tidak memiliki pekerjaan, tapi karena mereka terlibat dalam mengurus asosiasi atau lembaga mukim, maka untuk mereka juga diberikan insentif,” katanya. enurut Cenamo, bantuan dana sukarela dari kompensasi hutan lindung Juma, dialokasikan juga untuk sektor kegiatan livelihood yang sifatnya tidak merusak hutan. Kesemua dana yang diberikan perusahaan hotel Marriot Internasional tersebut, kata Cenamo, diperoleh dari tamu yang menginap di hotel itu. Dimana setiap kamar dipungut 1 dollar per malam. (sar)
Informasi yang diperoleh Serambi, kekecewaan mukim dipicu atas sikap Gubernur Irwandi Yusuf yang tidak merespons sejumlah poin tuntutan hasil kesepakatan para mukim di Aceh. Menurut informasi lain, kekecewaan juga disebabkan peserta merasa diabaikan dan dinilai hanya sebagai pelengkap dalam forum.
Sebelumnya berkembang informasi, para mukim yang menjadi peserta CCF diwacanakan akan dipertemukan dengan 14 delegasi dari berbagai negara. Tapi nyatanya, perwakilan mukim hanya mendapat tempat ruang diskusi terpisah (side event) dengan delegasi berbagai negara yang memang melakukan pertemuan di ruang lain (main event) dan tertutup untuk pers.
Ketua Majelis Mukim Aceh Besar, Nasruddin, mengakui dirinya sudah meninggalkan ruang forum sejak Selasa (18/5) sore sekaligus keluar dari penginapan Hotel Kuala Raja. “Menurut rencana ada satu hari lagi jadwal untuk kami hadir, tapi hari ini (kemarin, red) saya dapat informasi banyak yang sudah pulang,” kata Nasruddin.
Menurut Nasruddin, tuntutan para mukim dari lima kabupaten (Aceh Besar, Aceh Jaya, Pidie, Pidie Jaya, dan Aceh Barat) sudah sangat jelas disuarakan lewat pernyataan sikap bersama. Mereka menuntut pengembalian kedaulatan mukim atas wilayah dan sumberdaya alam. Yaitu; kejelasan tata batas wilayah antarmukim, tata ruang mukim, pengakuan hak masyarakat atas tanah, dan pengakuan kewenanangan mukim atas sumber daya alam dan harta mukim serta pemberiaan kewenamgan sepenuhnya atas penyelenggaraan pemerintah di tingkat mukim. Pernyataan sikap bersama ini ditandatangani 17 mukim pada 15 Mei 2010 dan ditujukan kepada Gubernur Irwandi Yusuf.
Dipanggil gubernur
Santernya suara para mukim yang ‘protes’ dalam forum, membuat Irwandi Yusuf mendadak memanggil perwakilan mukim dari lima wilayah yang membuat pernyataan bersama. Sedangkan pada saat bersamaan juga ada aksi unjuk rasa dari Forum Masyarakat Sipil untuk Kedaulatan Mukim di depan Hotel Hermes Palace dengan tuntutan yang sama, Selasa (18/5) siang.
Menurut Nasruddin, pertemuan antara Irwandi Yusuf dengan empat perwakilan mukim (minus Pidie Jaya) menghasilkan kesepakatan, gubernur menerima tuntutan mukim di lima wilayah tersebut yang kemudian oleh perwakilan mukim keputusan itu disampaikan kepada pengunjuk rasa. Namun sikap pemerintah tersebut dinilai belum cukup. “Massa meminta naskah tuntutan itu ada jaminan tertulis dari gubernur, dan massa minta berjumpa langsung dengan gubernur, tapi itu tidak terjadi,” kata Nasruddin.
Akhirnya pada Selasa sore, massa pengunjuk rasa membubarkan diri. Diduga akibat sikap gubenur inilah yang memicu kekecewaan para perwakilan mukim yang menjadi perserta forum CGF mengambil keputusan meninggalkan ruangan, dan hingga Rabu kemarin yang tersisa hanya dua perwakilan (Aceh Jaya dan Pidie), sedangkan 21 perwakilan lainnya memilih pulang.
Belum siap
Koordinator Jaringan Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, Yuriyun kepada pers mengatakan, Pemerintah Aceh yang menjadi pemrakarsa utama proyek Reducing Emission from Deforestation and Degration (REDD) belum memberikan informasi penuh mengenani REDD. Terutama tentang mekanisme REDD dan keuntungannya bagi masyarakat. “Menurut pandangan saya masyarakat belum siap menerima REDD, karena mereka tidak pernah tahu tentang REDD,” ujarnya.
Koordinator Wilayah XXVI Mukim Aceh Besar, Asnawi Zain, menyebutkan proyek REDD dinilai hanya wacana di tingkat elit. “Padahal di sana ada kepentingan menyangkut masyarakat desa, termasuk mukim. Tapi ini tidak menjadi perhatian pemerintah,” katanya. Menurutnya, keberadaan mukim diakui secara yuridis dalam UU Nomor 18/2001, Qanun Nomor 4/2003, dan Pasal 114 UU Nomor 11/2006.
Sukses Brazil
Dari dalam forum GCF, Rabu (19/5), masih berlangsung diskusi, baik di forum side event maupun main event yang dihadiri 14 delegasi dari berbagai negara. Dari ruang main event yang tertutup bagi wartawan dibahas antara lain mekanisme kerja berkaitan dengan regulasi perdagangan karbon yang berlaku di Kalifornia, Amerika Serikat.
Sedangkan di side event masih berlangsung diskusi dengan pembicara Mariano Cenamo (IDESAM), Frank Momberg (FFI), dan Rezal Kusumaatmadja (Starling Resources). Dalam diskusi ini ada hal yang menarik. Ternyata, Brazil terbilang sukses dalam menerapkan pilot project pengurangan emisi atau disingkat REDD. Proyek REDD dan pembangunan berkelanjutan tersebut sudah berjalan sejak dua tahun lalu yang mengambil lokasi di kawasan hutan Lindung Juma berpenduduk 4.200 jiwa.
Warga yang menempati kawasan hutan setiap bulannya mendapat insentif dari pemerintah senilai Rp 250.000 atau 25 dollar per kepala keluarga sebagai kompensasi atas kelestarian hutan karbon di kawasan itu.
Keberhasilan Brazil dalam penerapan pilot project REDD ini dipaparkan Sekretaris Eksekutif IDESAM, Mariano C Cenamo dalam sesi presentasi di kelompok peserta side event. Menurut Cenamo, proyek REDD ini masih berlangsung hingga kini dan berada di bawah koordinasi pemerintah dan lembaga pemerhati lingkungan di negara samba itu.
Cenamo juga menyebutkan, keuntungan dari keberadaan hutan Juma yang menghasilkan karbon juga dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat yang menempati kawasan sekitar hutan. Insentif juga diberikan untuk masyarakat guna mendukung berbagai program penguatan kapasitas kelembagaan, termasuk kepada mereka pemangku kepentingan di level bawah.
“Seperti kalau di Aceh ada mukim yang tidak memiliki pekerjaan, tapi karena mereka terlibat dalam mengurus asosiasi atau lembaga mukim, maka untuk mereka juga diberikan insentif,” katanya. enurut Cenamo, bantuan dana sukarela dari kompensasi hutan lindung Juma, dialokasikan juga untuk sektor kegiatan livelihood yang sifatnya tidak merusak hutan. Kesemua dana yang diberikan perusahaan hotel Marriot Internasional tersebut, kata Cenamo, diperoleh dari tamu yang menginap di hotel itu. Dimana setiap kamar dipungut 1 dollar per malam. (sar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar