(catatan personal: Affan Ramli, MA)
Setelah melewati serangkaian diskusi dan rapat kepanitiaan bersama
beberapa LSM dan MDPM Aceh Besar sepanjang Februari-Maret 2013, Duek
Pikee I 30 mukim pilihan akhirnya diselenggarakan tepat waktu sesuai
rencana, pada 23-24 Maret 2013. Sehari sebelum acara, teman-teman
panitia dari Annisa Center, AWPF, YRBI, JKMA, Prodeelat, AJMI, PeNA,
RPUK, BSUA, YAB, dan MDPM masih menyempatkan diri berkumpul di YRBI di
tengah kesibukan tunggang langgang persiapan acara. Jam 14.00 WIB itu
evaluasi akhir persiapan panitia.
Semua divisi kepanitiaan
bekerja keras, kecuali teman-teman yang diberi tanggungjawab mengurus
peralatan belum sempat bekerja hingga menjelang hari-H. Kegundahan yang
sempat menyelimuti pikiran kita sebelumnya terkait dana yang belum
tercukupi akhirnya sirna seiring kabar gembira yang datang bertubi-tubi
dari Leila Juari. Menjelang detik-detik terakhir, sumbangan terus
berdatangan dari Gerak, Tikar Pandan, Forum LSM, dan Koalisi NGO HAM.
Bukan hanya dari lembaga, sumbangan-sumbangan individu dalam bentuk dana
mencapai lebih dari 2,5 juta rupiah. Saya hanya ingat beberapa nama
dari mulut Leila, surayya kamaruzzaman, marsen, shelly woyla, khairani
dan beberapa tokoh gerakan perempuan lainnya ikut menyumbang. Belum lagi
dalam bentuk barang atau makanan, dari yang nyumbang kue, spanduk,
buah-buahan, sampai tape.
Divisi konsumsi mendaftarkan
sumbangan sayur-sayuran, kopi, kelapa, ubi, pisang, dan beras dari
peserta yang dibawa dari kampung masing-masing telah melampaui kebutuhan
dapur umum yang dikelola sekitar 20 anak muda dari gampong-gampong di
Mukim Siem. Imum mukim Siem sendiri dengan bangga memberitakan kepada
kami gampong-gampong dalam Mukim Siem akan menyediakan 70 kulah (bungkus
porsi lengkap) nasi umat untuk setiap waktu makan selama dua hari
acara. Dengan berbahagia hati beliau mengumumkan, masyarakat Siem
menyambut antusias acara ini.
Situasi ini pada saya telah
meninggalkan kesan cukup dalam. Menumbuhkan rasa keharuan menukik ke
relung-relung jiwa, sekaligus membuka ruang bagi keyakinan optimistik,
di Aceh gerakan sosial masih punya masa depan! Tentu saja ini bagai
hujan yang turun setelah berbulan-bulan kemarau panjang. Setelah
bertahun-tahun social capital kita sempat tercabik-cabik akibat guyuran
bantuan dana luar yang memanjakan semua orang di sini setelah tsunami.
Sulit membayangkan kita masih bisa melakukan ini semua bertumpu pada
kekuatan sendiri!
-----------------
Hari Pertama
Jumlah peserta dan undangan sesi pembukaan terlalu banyak, sehingga
ruang pertemuan yang disediakan Dayah Darul Ihsan Tgk.H. Hasan
Krungkalee terasa terlalu kecil untuk jumlah orang sebanyak itu. Sesi
pembukaan dipindahkan ke Meunasah yang masih dalam kompleks dayah lokasi
acara. Saya berharap sesi pembukaan bisa berjalan tepat waktu. Untuk
acara mukim itu sangat mungkin. berdasarkan pengalaman sebelumnya, para
tuha mukim cukup disiplin dengan waktu. Sayangnya kali ini kami harus
menunggu ketua panitia selama setengah jam lebih, Pak Nasrudin datang
dari mukim pedalaman Indrapuri, cukup jauh memang. Wakilnya, Pak Asnawi
memberitahukan saya, Pak Nasrudin tidak pernah terlambat pada semua
acara mukim selama bertahun-tahun yang ia perhatikan. Kali ini,
kemungkinan besar Pak Nasruddin terlambat karena harus menunggu tuha
mukim lain dari tetangganya, agar bisa bersama-sama ke tempat acara.
Dalam masa menunggu ketua panitia itulah saya dipanggil mendekat ke pak
Asnawi, Imum Mukim Siem, tuan rumah gagah perkasa itu. Dalam setengah
berbisik ia bertanya "bagaimana kalau kita minta camat Darussalam juga
menyampaikan kata sambutan?" sambil menunjuk pak camat yang duduk tidak
jauh berselang dari kami. Saya tanpa pikir panjang menjawab tegas "semua
keputusan harus diambil dalam rapat pak, nanti teman-teman lain akan
komplain jika kita tiba-tiba mengubah susunan acara pembukaan." Memang
sih, dalam rapat sebelumnya sudah diputuskan Camat hanya diundang dan
tidak perlu menyampaikan kata sambutan. Ini bagian dari deligitimasi
pemerintah kecamatan sebagai warisan tatanan feodalisme ulee balang,
yang memang struktur ini tidak perlu lagi dipertahankan dalam
tata-negeri Aceh saat ini.
Pidato pak asnawi sebagai tuan rumah
pada sesi pembukaan acara itu begitu mengagumkan. Marsen Sinaga yang
duduk di samping saya berbisik, "orang ini terlalu jauh ke depan, dia
terlalu maju, tuha-tuha mukim lain masih banyak tertinggal jauh."
Pernyataan-pernyataannya dalam sambutan tuan rumah di sesi pembukaan itu
menginspirasi saya, dan semua peserta lain tentunya, hingga menjadi
cikal bakal lahirnya "Ikrar Siem-Krungkalee" di sesi penutup Duek Pikee
I. Sesi pembukaan, perkenalan, dan penjelasan alur proses oleh
fasilitator utama kita, Sanusi M. Syarif menghabiskan setengah hari
pertama.
Pada separoh hari setelah makan siang, peserta diajak
mendiskusikan perkembangan terakhir di mukim masing-masing dalam
beberapa aspek, diantaranya aspek kelembagaan, hukum adat, pembelaan hak
masyarakat, dan pembangunan kesejahteraan rakyat mukim. Ada banyak
cerita inspiratif dari peserta, cerita-cerita sukses, pengalaman
perjuangan yang telah dan masih mereka kerjakan, juga pengungkapan
fakta-fakta lapangan tentang ketidakberdaulatan pemerintahan adat mukim
atas wilayah, harta adat, dan warganya. Sesi ini ditutup dengan beberapa
pertanyaan reflektif fasilitator "apakah situasi ini menunjukan kita
telah berdaulat? jika belum, maka situasi kedaulatan seperti apa
seharusnya terjadi di mukim-mukim kita?." Pertanyaan-pertanyaan
reflektif ini sebagai pengantar untuk sesi berikutnya di hari kedua Duek
Pikee I.
----------------------
Hari Ke dua
pada
sesi pertama hari ke dua, peserta diajak mendiskusikan "apa yang kita
maksudkan dengan kedaulatan?" masing-masing peserta mendapat selembar
metaplen untuk menuliskan pandangannya terkait kedaulatan.
Jawaban-jawaban peserta dibacakan bersama-sama dan dituliskan
unsur-unsur konseptualnya. sesi ini ditutup dengan menarik kesimpulan
bersama, kedaulatan adalah gabungan dua hal, kekuasaan sah dan kekuatan
sendiri.
sesi berikutnya peserta diminta untuk mendiskusikan konsep "mukim berdaulat" dalam lima lingkup:
1. Kedaulatan atas wilayah,
2. Kedaulatan atas hukum adat,
3. Kedaulatan atas sumberdaya alam,
4. Kedaulatan atas pemerintahan adat,
5. Kedaulatan dalam pengambilan keputusan.
fasilitator membuat tabel terdiri dari dua kolom, kolom pertama berisi
kekuasaan-kekuasaan apa saja yang harus dimiliki pemerintahan mukim
dalam kelima lingkup di atas, dan kolom ke dua berisi
kekuatan-kekuatan/kapasitas apa saja yang harus dimiliki oleh
pemerintahan mukim agar bisa menjalakan kekuasaan-kekuasaan di kolom
pertama. Diskusi ini menghabiskan seluruh waktu hari ke dua. Mengingat
lima lingkup kedaulatan itu didiskusikan secara detil untuk
masing-masing kolom tabel, kekuasaan dan kekuatan.
Dengan
berakhirnya sesi ini maka Duek Pikee I telah melahirkan konsep Mukim
Berdaulat (mukim meudeelat) sebagai visi bersama perjuangan masyarakat
adat mukim. Mukim Meudeelat selama ini telah menjadi slogan penting di
kalangan tuha-tuha mukim, namun belum pernah didiskusikan apa isi dari
konsep tersebut. Duek Pikee I telah mengubah istilah Mukim Meudeelat
dari sebatas jargon menjadi cita-cita yang terukur.
Setelah
magrib diadakan sesi penutupan, agendanya adalah: pembentukan tim
perumus yang akan merapikan hasil diskusi dua hari Duek Pikee I,
pengumuman data terakhir penyumbang acara sekaligus membangun komitmen
untuk melanjutkan tradisi keswadayaan ini pada event-event berikutnya,
dan pembahasan tekat peserta terhadap cita-cita Mukim Berdaulat yang
sudah mereka rumuskan.
Pada diskusi tekat tuha-tuha mukim
mewujudkan cita-cita mereka, peserta menginginkan dokumen cita-cita
tersebut diberi nama bersejarah. Banyak pilihan nama yang diusulkan,
debat tentang hal ini lumayan memakan waktu. sebagian menginginkan nama
siem harus muncul, sebagian lainnya menginginkan nama krungkalee.
Akhirnya diambil jalan tengah, dokumen yang telah mereka hasilkan selama
dua hari Duek Pikee disebut "Ikrar Siem-Krungkalee." Bersamaan dengan
itu beberapa butir perjanjian dihasilkan:
1. kami mukim-mukim peserta Duek Pikee I berjanji akan memperjuangkan cita-cita Mukim Berdaulat secara bersama-sama.
2. kami mukim-mukim peserta Duek Pikee I berjanji akan membangun solidaritas sesama dalam memperjuangkan kedaulatan mukim.
3. kami mukim-mukim peserta Duek Pikee I berjanji akan menjalakan
minimal satu bagian dari konsep Mukim Berdaulat di mukim masing-masing
segera setelah Duek Pikee I selesai.
untuk poin 3, 30 mukim
peserta diberi kesempatan untuk menyelenggarakan majlis musyawarah mukim
di mukim masing-masing untuk memutuskan poin kedaulatan dalam lingkup
apa saja yang ingin dijalankan segera di mukim bersangkutan. keputusan
majlis musyawarah mukim nantinya akan dikirimkan ke panitia bersama
dalam bentuk surat yang ditandatangani Imum Mukim dan Tuha Peut Mukim
setempat.
Ternyata, Duek Pikee I kekuatan inti mukim memang
bukan workshop biasa, yang sudah sering diikuti tuha-tuha mukim, dan
dilupakan segera setelah acara selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar