Adat bak Poteumeureuhoem, Hukoem bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Lakseumana”~~~~~~~ Adat ban adat, hukom ban hukom, hanjeut meuron-ron krie-krie nyang hawa, watee meupakat adat ngon hukom, nanggroe rukon, hana le goga~~~ Roek ngon bara bak ureung naggroe, pasoe bajoe bak ureung tuha, tameh teungoh bak ulee balang, peutrang puteh itam bak ulama~~~Gaseh keu aneuk beuget tapapah, gaseh keu nangbah beuget tajaga~~~Raseuki deungon tagagah ....Tuah deungon tamita.....Tuah meubagi-bagi.......Raseuki meujeumba-jeumba~~~~~Teupat ke pangkai, akay keu laba~~~ KRAB TAJAK GEUBRIE SITUEK, JAREUNG TADUEK GEUJOK TIKA~~~~~ ASAI CABOK NIBAK KUDE, ASAI PAKE NIBAK SEUNDA ~~~~~~~~ Duek, duek aree, jak, jak langay~~~~Meunyoe ate hana teupeh pade bijeh geupeutaba, tapi meunyoe ate ka teupeh bu leubeh han meuteumeung rasa~~~Jaroe bak langay, mata u pasay~~~Singet bek rhoe beuabeh~~~ Nibak puntong get geunteng, nibak buta get juleng~~~Mate aneuk meupat jeurat, mate adat pat tamita~~~Tameh surang sareng, asay puteng jilob lam bara~~~tameungeuy ban laku tuboh, tapajoh ban laku atra ~~~Uleu beumate, ranteng bek patah~~~Kameng blang pajoh jagong, kameng gampong keunong geulawa~~~lagee manok toh boh saboh, jeut lampoh soh jimeuseurapa, dipinyie jitoh siribee, hana jithee le silingka~~~ lagee bubee duwa jab, keunoe toe keudeh pih rhab~~~bak adat han jikab, bak hukom han ji talum~~~paleh sagoe meuleuhob jurong, paleh gampong tan ureung tuha~~~hak ube jiplueng, bulueng ube jiteuka~~~meunyoe na ate, pade tatob, hana bak droe talakee bak gob~~~rayek rumoh rayek keunaleung, rayek bateueng rayek sawa, rayek pageu rayek beunteueng, rayek ureung rayek keureuja~~~PUTOH NGON MUPAKAT, KUWAT NGON MEUSEURAYA~~~~~~blink>Diet Peugah Duem Peubuet Banja Beusanteut Mukim Siem Tapuga

R a n u b si G a p u e


Assalamu'alaikumwarahmatullah...
Jaroe duablah ateuh jeumala,
Saleum ulon brie keu syedara meutuwah,
Neubrie ya Allah mandum sijahtra...
Amiin Ya Rabbal A'lamiin...

Dengan segala kerendahan hati, kami menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua Pengunjung blog baleeMUKIM. Meski dalam format dan tata saji yang amat sederhana, kami memberanikan diri untuk mendedikasikan blog ini untuk mengawal, mempertahankan dan mengembangkan keberadaan komunitas dan Lembaga Pemerintahan Mukim di Aceh pada umumnya, atau Mukim Siem - Darussalam khususnya.
Kami mengundang pengunjung sekalian agar berkenan berpartisipasi mewujudkan Visi dan Missi dari blog baleeMUKIM ini. Sumbangan pikiran, pendapat, komentar, kritik, saran, dan apapun yang sifatnya konstruktif, merupakan cemeti yang seharusnya mendorong kita untuk lebih maju.
Pengunjung sekalian...sekecil apupun keterlibatan anda dalam upaya pencapaian tujuan mengawal, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi komunitas Mukim di Aceh, menurut kami mesti diapresiasikan sebagai perjuangan menuju kehidupan lebih terhormat dan bermartabat di atas landasan budaya kita sendiri.
Ayo..., lakukan ...!!! Bersama Kita Bisa...!!!

"Rhoek ngen bara bak ureung Nanggroe, Pasoe bajoe bak ureung tuha, Tameh teungoh bak ulee balang, peutrang puteeh itam bak ulama."
Pengunjung sekalian..., mari wujudkan cita-cita besar ini, mulailah dengan sebuah langkah kecil. ingat...!!! Perjalanan ribuan kilometer selalu diawali dengan sebuah langkah kecil...lakukan sekarang...!

Wassalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakatuh
teurimong gaseh.
admin.

Uthlubul I'lma walau bisSiem


             Maaf..! Maafkan saya...dengan pilihan judul di atas. Barangkali judul ini terkesan meniru-niru (plagiat) atawa kelihatan sangat berlebihan. Namun bila kita berkenan sedikit saja menguak lembaran sejarah masa lalu, maka sesungguhnya kita akan mendapatkan fakta bahwa Siem-Krueng Kalee (dulu sering disebut dalam satu nafas) memang telah berpengalaman menjadi salah satu pusat pendidikan di Aceh (mungkin Nusantara). Sampai sekarang, situs-situs keberadaan pusat-pusat pendidikan di kawasan ini masih bisa dilihat dengan mata kepala bugil, meski kita (termasuk pemerintah Aceh) lebih memilih untuk mengacuhkannya. Sebut sajalah, di sudut sebelah timur Gampong Krueng Kalee masih ada bangunan tua peniggalan dari Dayah Tgk. Syiek Krueng Kalee (masyarakat di sana menyebutnya dengan Kubu. Menurut penuturan masyarakat, Kubu sesungguhnya menyimpan banyak cerita legenda. Di pintu gerbang Gampong Siem (75 m sebelah timur Masjid Jamik Mukim Siem (skr Masjid Jamik Baitul Ahad Mukim Siem), kita masih bisa melihat peninggalan-peninggalan situs Dayah Tgk Syiek di Keubok (Keturunan dari Tgk Syik di Keubok ini yaitu Tgk Hasan Keubok (ayahanda dari alm. Drs. Tgk Mukhtar Hassan, SH., Mantan Kepala Pengadilan Agama Banda Aceh) merupakan salah seorang pelopor pendidikan modern di Aceh. Dan kemudian, Dayah Tgk Syiek Meunasah Baroe adalah Dayah yang didirikan Oleh Panglima Tgk Muhammad Sa'id (Paman dari Tgk Haji Hasan Kr Kalee) atau lebih dikenal dengan lakap Tgk Syiek Meunasah Baroe, beliau pun banyak menyimpan kisah perjuangan yang amat heroik. Beliau adalah Panglima Perang yang gagah berani, yang berjuang hingga jauh ke dataran Tinggi Gayo. Untuk menghentikan perlawanan beliau, belanda, harus menggunakan taktik licik wal picik yaitu dengan menawan seluruh anggota keluarga beliau. Anggota keluarga beliau yang ditawan (mereka ditangkap di tempat persembunyian di pegunungan dataran tinggi Gayo) itulah, yang dijadikan belanda sebagai remote control untuk memaksa beliau turun gunung. Belanda mengancam, kalau Teungku Syiek tidak turun gunung, maka seluruh anggota keluarganya akan disekolahkan ("disekolahkan" istilah yang mencapai puncak kejayaan pada masa komplik Aceh yang maksudnya dihabisi). Setelah melalui proses negosiasi yang dimediasi oleh Tuanku Raja Keumala, akhirnya beliau terpaksa turun gunung, dengan sebuah MoU (syarat-syarat yang diajukan oleh Tgk Syiek Meunasah Baroe dan didisetujui oleh Pengadilan Belanda) yang isinya sebagai berikut:



      1.  tidak akan dihukum (mungkin istilahnya sekarang, diberikan amnesti)
      2. diizinkan untuk mendirikan kembali masjid-masjid yang telah dibakar
          oleh Belanda di Wilayah Sagoe XXVI Mukim.
      3. diizinkan untuk melanjutkan pendidikan Dayah.


       Segera setelah turun gunung, beliau tanpa kendala berarti langsung dapat mengimplementasikan MoU tersebut (Bandingkan dengan implementasi MoU Helsinki, ser..seret..ret..!). Beliau langsung mengkomandoi pembangunan masjid-masjid di wilayah Sagoe XXVI Mukim. Lihat saja semua masjid lama di wilayah ini (misalnya bangunan masjid lama Mukim Siem, Mukim Leupueng, Mukim Lambaro Angan, Mukim Klieng dll) memiliki arsitektur yang sama (arsiteknya, siapa..?). Yang paling penting, beliau juga segera membuka Dayah di Gampong Siem, yang disebut dengan Dayah Meunasah Baroe, letaknya sekitar 50 Meter sebelah timur komplek Dayah Tgk H. Hasan Krueng Kalee.


           Dan ini, semua orang tahu...!!! Yaitu Dayah Meunasah Blang yang didirikan oleh Tgk H Hasan Krueng Kalee. Dayah ini telah tersohor ke mana-mana, menghasilkan alumni-alumni yang tersebar keseluruh pelosok Aceh dan nusantara. Padat kata, Dayah  yang berlokasi di gampong Siem ini pernah menjadi jantong hatee pusat pendidikan Islam di Aceh.
          Tidak hanya menjadi pusat pendidikan dari berbagai santri dari seluruh Aceh, Dayah Tgk H Hasan Kr. Kalee juga pernah mengirimkan staff pengajarnya untuk menyebarkan dakwah ke daerah Labuhan Haji Aceh Selatan.  Pengiriman dilakukan atas permintaan penguasa pada saat itu yaitu Tuanku Raja Keumala. Staf pengajar yang dikirim ke sana adalah Tgk Muhammad Ali  atau yang dikenal dengan Abu Lampisang (beliau adalah kakek dari Alm. Prof. Dr. Safwan Idris, MA dan dimakamkan di  Dusun Teunun Adat Gampong Siem)  Di Labuhan Haji Tgk Muhammad Ali Lampisang mendirikan Dayah yang diberi nama Jami'ah Al-Khairiyah, dan menjadi salah satu pusat pendidikan Islam di sana.  Disebutkan,  Syekh Haji Muhammad Waly Al-Khalidy pernah berguru di Jami'ah Al-Khairiyah selama 4 tahun, sampai beliau diantarkan ke Dayah Bustanul Huda Blang Pidie yang dipimpin oleh Syekh Mammud.


           Dan kini, di atas pertapakan Dayah Tgk Haji Hasan Krueng Kalee inilah, di dirikan kembali Dayah Darul Ihsan Tgk H. Hasan Krueng Kalee. Tokoh Muda luar biasa yang berjuang sekeras-kerasnya untuk mengukir kembali sejarah kejayaan Dayah Tgk Hasan Kr. Kalee, adalah H. Waisul Qarani Aly as-Su'udy (salah seorang anggota keluarga Tgk Haji Hasan Kr. Kalee). Hari ini di Dayah Darul Ihsan Tgk. H. Hasan Krueng Kalee belajar ratusan santri yang berasal dari berbagai kabupaten-kota di Aceh.

          Dan sinyal-sinyal kebangkitan itu, dengan izin Poeteuh Allah SWT, seakan-akan telah hadir di depan mata (Datanglah ke sana, dan tataplah dari segala sudut pandang, seperti bidikan photo di atas, yang saya tembak dari salah satu sudut lampohsoh, dari seberang hamparan sawah). Okey, Pemandangan ini (gedung megah menjulang) saya pikir belum menunjukkan bukti substantif dari sebuah kebangkitan yang kita inginkan, tapi lihatlah denyut kegiatan belajar mengajar di sana, pada shubuh hari, pagi hari, siang hari, sore hari dan malam hari. Lihatlah...! Maka tidak salah bila hari ini, di sini..., kita menabur segenggam harapan besar, menyemai sebuah obsesi, semoga di pertapakan Dayah Tgk Haji Hasan Krueng Kalee ini akan kembali bangkit pusat pendidikan yang tersohor ke berbagai pelosok negeri. Bila ini terwujud, maka tidak heran dimasa yang akan datang, akan banyak orang-orang tua dari berbagai penjuru nusantara atau bahkan dunia, akan bertitah kepada anak-anaknya "Uthlubul i'lma walau bisSiem..!" yaah... tuntutlah ilmu hingga ke Siem...!!! Semoga ini tak berlebihan.


Wallahu'alam...



Perlu Normalisasi Saluran Pembuang di Kawasan Mukim Siem



























    





Area Persawahan yang membentang dari Gampong Lam Asan Siem sampai Gampong Krueng Kalee Mukim Siem terlihat bagai danau akibat genangan air hujan yang melanda kawasan tersebut selama musim hujan ini.  Genangan air ini disebabkan karena saluran pembuang yang melintasi kawasan area persawahan tersebut tidak berfungsi dengan baikidak berfungsinya saluran pembuang ini  antara lain disebabkan adanya pembangunan rumah dan pelebaran jalan yang yang mengganggu aliran air dalam saluran pembuang. 
       Disamping itu, menurut amatan baleeMUKIM,  kondisi saluran pembuang yang melintasi area persawahan di kawasan ini, berada dalam kondisi yang memprihatinkan.  Genangan air dalam jangka waktu yang lama telah membuat saluran terkikis air dan tersumbat tanah/sampah, sehingga aliran air dalam saluran tidak berjalan lancar.
     Untuk mengatasi persoalan tersebut diperlukan upaya normalisasi saluran pembuang sepanjang 2,5 km yang menyusuri area persawahan dari gampong Lam Asan sampai dengan Krueng Kalee. Bila upaya ini tidak ditempuh,  maka area persawahan ini tidak bisa  dapat ditanami secara maksimal,  karena pada musim penghujan kawasan menjadi kawasan genangan air,  sementara pada musim kemarau  mengalami kekeringan. Perlu diketahui bahwa debit air irigasi Krueng Aceh tidak bisa menjangkau kawasan ini, sehingga petani di wilayah ini hanya dapat mengharapkan curahan hujan dari langit untuk dapat memanfaatkan lahan mereka.  Kesulitan dan kegetiran seperti ini telah mereka alami bertahun-tahun, sehingga mereka sangat mengharapkan perhatian dari Pemerintah (bM)



PEMBANGUNAN EMBUNG TWIE GEULUMPANG TERANCAM JADI PROYEK SIA-SIA


am                                                                                                           (Twie G, Jum’at, 11 Dec 2009) Pembangunan Embung Twi Geulumpang Mukim Siem Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar, yang dilaksanakan melalui Dinas Pengairan Aceh tahun anggaran 2009 dan menelan dana sebesar  Rp 3 Milyar (Sumber: biropembangunan.acehprov.go.id), terancam menjadi proyek sia-sia. Pasalnya pembangunan tahap pertama yang akan selesai dikerjakan dalam beberapa dari mendatang, belum jelas kelanjutannya. “Kami tidak tahu bagaimana kelanjutan program pembagunan embung ini, yang pasti untuk pekerjaan tahap I yang kami tangani akan selesai dalam beberapa hari mendatang” kata staf kontraktor pelaksana yang ditemui baleeMUKIM di lokasi.

         Menurut amatan baleeMUKIM, bendungan yang seharusnya membentang antara dua tebing di kawasan perbukitan Twie Geulumpang, penimbunannya kira-kira baru mencapai 50 % dan hanya membelah sebagian dari aliran air (alur) di sana. Penimbunan yang hanya menggunakan tanah timbun tersebut sangat beresiko, karena pada saat hujan lebat musim hujan seperti sekarang ini,  aliran air pegunungan Twie Geulumpang sangat deras, sehingga dikhawatirkan tanah timbunan tersebut akan terseret oleh arus air. Hal ini diakui oleh pekerja disana, “sudah dua kali timbunan bendungan ini ini diseret air bah bandang, sehingga kami terpaksa menimbun kembali”. Katanya.  Menurut laporan masyarakat, tanah timbunan bendungan ini terseret air bah sampai lebih dari 2 km jaraknya dari lokasi bendungan.
         Masyarakat petani yang ada dikawasan Kecamatan Darussalam dan Kuta Baro sangat mengharapkan kepada Pemerintah Aceh agar pelaksanaan pembangunan Bendungan Twie Geulumpang kembali dilanjutkan pada tahun anggaran 2010, karena sebahagian besar area persawahan yang ada di kawasan ini tidak terjangkau oleh aliran irigasi Krueng Aceh. Dengan adanya bendungan ini diharapkan kesejehteraan petani di kawasan ini juga akan meningkat, karena mereka dapat mengatur penggunaan air sesuai dengan kebutuhan mereka.

         Keberadaan Bendungan Twie Geulumpang ini disamping sangat bermamfaat untuk peningkatan kesejahteraan petani, juga dapat menjadi kawasan wisata alternative yang cukup menarik di Provinsi Aceh. Dari kawasan perbukitan ini kita dapat menikmati suguhan pemandangan yang amat menakjubkan.  Dari sini kita dapat melihat kesuluruh sisi kota Banda Aceh, pada senja hari kita  dapat menikmati sunset yang akan segera berangkat keperaduan dari pantai Ulee Lheue,  dan pada malam hari gemerlap kota Banda Aceh sangat jelas terlihat dari sini. (bM)




Kenangan Meuseujid Tuha



Kenangan Meuseujid Tuha

tlah lelah engkau mengayuh zaman
jadi saksi episode pergulatan dan perjuangan anak bangsa
kala mereka berbaiat setia
tuk mengusir kaphe-kaphe belanda dari nanggroe tercinta
tlah tercatat kesaksianmu
ketika kolenel J.J.P Weijerman terkapar bersimbah darah
mengerang nyawa di depan matamu pada tanggal 20 Oktober 1883
dan ketika serdadu-serdadu Jendral buta siblah van der Heijden
lampiaskan dendam
membumihangusmu hingga rata dengan tanah
menginspirasikan Panglima Tgk Chiek Meunasah Baroe tuk terus berjuang
dan berjuang...
hingga jauh ke Dataran Tinggi Gayo
meski akhirnya terpaksa merobah strategi perjuangan
dari perang bersenjata kepada perjuangan pendidikan dayah
membina aqidah, syariah dan akhlak anak bangsa
agar mereka tak menjadi generasi kaplat dan sangkilat...
Meuseujid Tuha...
beliau pula yang membangunkanmu dari lelap kuburmu
meski dalam dandanan bersahaja
kau taburkan kedamaiaan dan kesejukan...
ketika tambo kembali ditabuhkan
azan dan iqamah kembali dikumandangkan
Meuseujid Tuha...
maafkan generasi kami
tak dapat menghargaimu
menyingkirkanmu dalam renta
tanpa asuhan cinta...
karna alasan sederhana "demi tuntutan zaman"

Mukim Siem, 5 Desember 2009

(by; Asnawi, SH (Imeum Mukim Siem)











POKOK-POKOK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN MUKIM SIEM




Ahad, 16 Agustus 2009, bertempat di Aula Yayasan Darussalam komplek Masjid Jami' Baitul Ahad Mukim Siem, Pemerintah Mukim Siem Kecamatan Darussalam Menggelar kegiatan Rapat kerja Mukim Se-Hari. Rakerkim se-hari ini bertujuan untuk merumuskan dan menetapkan Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Mukim Siem untuk lima tahun mendatang. Kegiatan yang dibuka oleh Camat Darussalam Drs. Subki MS di hadiri oleh sekitar 350 orang peserta yang berasal dari unsur delapan Pemerintah Gampong dalam Mukim Siem, tokoh-tokoh masyarakat dalam dan luar mukim Siem, unsur Muspika dan tokoh masyarakata lainnya. Camat Darussalam Drs. Subki MS dalam sambutannya menyambut gembira kegiatan yang dipelopori oleh Pemerintah Mukim Siem ini. Melalui kegiatan ini beliau megharapkan akan melahirkan konsep-konsep pembangunan gampong dan mukim di wilayah Mukim Siem khususnya dan beliau berharap agar kegiatan ini juga dapat mengilhami masyarakat mukim lainnya untuk melaksanakan kegiatan serupa. Apalagi pada kegiatan tersebut juga diawali dengan dialog tentang Pemerintahan Mukim dan kedudukannya dalam tata pemerintahan Indonesia dengan pemateri yang sangat berkompeten untuk itu yakni Bapak Tgk H. Badruzzaman Ismail, SH, M.Hum Ketua majelis Adat Aceh Provinsi Aceh dan Bapak Prof. DR. Husni Jalil, SH, M.Hum, guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.


Pada sessi kedua setelah istirahat siang para peserta membahas Pokok-pokok Kebijakan Pembangunan Mukim Siem Kecamatan Darussalam yang rumusannya sebagai berikut:


POKOK-POKOK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN MUKIM SIEM
DARUSSALAM ACEH BESAR


I. PENDAHULUAN

Keberadaan Mukim di Aceh telah tumbuh dan berkembang sepanjang sejarah selama berabad-abad dan telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Aceh. Jika kita menelusuri lembaran sejarah Kerajaan Aceh Darussalam, khususnya yang menyangkut tentang struktur Pemerintahan, maka kita akan menemui sebuah fakta sejarah bahwa pemerintahan Mukim merupakan salah satu strata pemerintahan dalam struktur Kerajaaan Aceh Darussalam. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Kanun Al-Asyi (Adat Meukuta Alam) yang merupakan UUD Kerajaan Aceh Darussalam. Menurut Kanun Meukuta Alam strata pemerintahan di Kerajaan Aceh Darussalam tersusun dari gampong (kampung/kelurahan), Mukim (federasi beberapa gampong), Nanggroe, Sagoe (federasi dari beberapa Nanggroe, dan hanya terdapat di Aceh Besar) dan Kerajaan ( Ali Hasjmy (et al), 50 Tahun Aceh Membangun, Majelis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Aceh, 1995).
Kita juga akan mendapatkan fakta sejarah bahwa Pemerintah Mukim memiliki fungsi dan kedudukan yang amat penting dalam sistem dan struktur pemerintahan kerajaan Aceh Darussalam. Fakta ini dapat dibuktikan dengan adanya berbagai perangkat adat Mukim yang dibentuk untuk menyelesaikan berbagai persoalan Rakyat di Aceh, seperti qadhi mukim, Tuha Peut/Tuha Lapan Mukim, Panglima Glee, Panglima laot, Keujruen Blang, haria Peukan dan lain-lain. Dari rangkaian fakta ini kita dapat menyimpulkan bahwa Mukim merupakan strata pemerintahan yang memiliki hak otonom baik keluar maupun kedalam.
Kedudukan dan peranan Pemerintahan Mukim di Aceh mengalami deregulasi fungsi dan kedudukan, ketika Pemerintah Pusat mengambil kebijakan untuk menyeragamkan Tata Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa di Indonesia melalui Undang Undang Nomor 4 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Dengan diberlakukannnya kedua Undang-Undang tersebut keberadaaan Mukim secara formal tidak diakui lagi karena tidak masuk dalam struktur pemerintahan di Indonesia.
Meski keberadaan Mukim tidak diakui lagi dalam struktur pemerintahan nasional, namum lembaga ini tetap melekat di hati rakyat, tak lapuk dihujan, tak lekang dipanas. Menyahuti suara hati rakyat Aceh, maka Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Aceh mengeluarkan Perda Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 2 Tahun 1990 tentang Pembinaan dan pengembangan kehidupan Adat dalam Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Sejak saat itu Mukim hanya diakui sebagai lembaga adat yang justifikasikan melalui Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan dengan segala upaya, akhirnya keberadaan pemerintah Mukim di Provinsi NAD telah diakui kembali oleh Pemerintah Pusat. Pengakuan tersebut tertuang langsung dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk mengimplementasikan Undang-Undang tersebut khususnya menyangkut tentang Pemerintahan Mukim, maka Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, mengeluarkan Qanun Provinsi Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintah Mukim dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan adanya qanun ini maka Pemerintahan Mukim selain telah mendapat landasan konstitusional juga telah mendapatkan sandaran operasional.
Sebagai langkah penyelesaian konflik Aceh secara damai Pemerintah RI dan GAM telah melakukan rangkaian pertemuan di Helsinki Finlandia. Hasil Perjanjian damai tersebut dituang dalam MoU Helsinki yang ditandatangani oleh kedua belah pihak tanggal 15 Agustus 2005, yang memuat berbagai butir tentang Aceh masa depan Aceh diantaranya tentang tata Pemerintah Aceh. Sebagai langkah dari implementasi dari MoU Helsinki tersebut maka lahirlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Dalam Undang-Undang ini juga diakomodasikan keberadaan pemerintahan Mukim dan diakui sebagai salah satu strata pemerintahan di Aceh. Yang dimaksud dengan Mukim oleh Undang-Undang ini adalah kesatuan masyarakat hukum dibawah kecamatan yang terdiri atas : gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imuem Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung dibawah camat.
Mukim Siem merupakan salah satu dari tiga mukim yang ada di Kecamatan Darussalam Aceh Besar. Keberadaan Pemerintah Mukim Siem, hinga saat ini belum menunjukkan peran dan fungsi sebagaimana diharapkan di tengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Menyiasati realitas yang tidak diharapkan ini, maka masyarakat dan pemerintah Mukim Siem mencoba menyusun langkah-langkah strategis untuk menata diri agar keberadaan Mukim di tengah-tengah masyarakat mampu memberi warna yang signifikan.


II. TUJUAN
1. Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Mukim Siem merupakan landasan berpijak dalam penyusunan program kerja pembangunan Mukim .
2. Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Mukim Siem bertujuan untuk menentukan arah kebijakan pembangunan mukim Siem

III. LANDASAN HUKUM

1. Undang-Undang Dasar 1945 hasil Amandemen
2. Undang-Undang nomor 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemrintahan Aceh
4. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Pembinaan Adat dan Adat Istiadat
5. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat
6. Qanun Aceh Nomor 3 tahun 2009 tentang Tata cara Pemilihan Imeum Mukim

IV. VISI DAN MISSI

A. VISI :

Mewujudkan masyarakat Mukim Siem yang baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.

B. MISSI :

1. Mewujudkan pelaksanaan Syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan masyarakat.
2. menciptakan masyarakat yang cerdas, makmur, tertib, aman dan damai
3. mengembalikan dan membina kehidupan adat dan budaya Aceh yang Islami


V. POKOK-POKOK KEBIJAKAN

A. PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM


1. Mendorong implementasi Syariat Islam dalam setiap sisi kehidupan bermasyarakat;
2. mendorong pengembalian fungsi masjid dan meunasah sebagai sarana peribadatan, pendidikan dan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat;

B. PENDIDIKAN1. berperan aktif dalam pembinaan lembaga-lembaga Pendidikan yang ada di lingkungan Mukim Siem, baik formal, informal dan non formal;
2. menumbuhkan kesadaran dan motivasi masyarakat akan pentingnya pendidikan;
3. mendorong terciptanya masyarakat belajar (learning society) di wilayah mukim Siem;

C. TATA PEMERINTAHAN MUKIM DAN GAMPONG

1. melaksanakan Tata Pemerintahan Mukim yang tertib dan efektif sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
2. menorong terciptanya tata pemerintahan Gampong yang yang tertib dan efektif sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
3. meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan aparat pemerintahan Gampong dalam pelayanan kepada masyarakat.

D. PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT

1. Menggali dan membina kembali tata kehidupan adat/Adat Istiadat Aceh yang Islami;
2. menghidupkan kembali dan membina lembaga-lembaga adat dalam kehidupan masyarakat.

E. PEREKONOMIAN

1. mendorong tumbuh dan berkembangnya industri kecil yang dapat memberikan kesempatan kerja kepada anggota masyarakat;
2. mendorong terbentuknya berbagai lembaga perekonomian yang berbasis syariah

F. PERTANIAN dan KEHUTANAN

1. membina dan mengembangkan kelembagaan tani dan kehutanan.
2. menghidupkan kembali kebiasaan adat tani, dalam rangka membina kesatuan pandang dan tujuan dalam kehidupan tani
3. Mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana pertanian.
4. mendorong kesadaran masyarakat untuk ikut menjaga keseimbangan hutan.
5. berusaha agar masyarakat mukim kembali memiliki akses terhadap kekayaan hutan yang ada di wilayah Mukim;

G. LINGKUNGAN HIDUP

1. menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup.
2. melakukan upaya-upaya penyelamatan dan perbaikan lingkungan hidup dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat.

H. SOSIAL

1. menumbuhkembangkan kembali semangat dan nilai-nilai silaturrahmi;
2. meningkatkan kepedulian terhadap golongan masyarakat ekonomi lemah.

I. PEMBINAAN GENERASI MUDA

1. mendorong pembinaan generasi muda agar tumbuh menjadi generasi yang cerdas dan unggul di segala bidang;
2. mendorong dan ikut memfasilitasi kegiatan olah raga dan seni Islami bagi generasi muda.

J. KETERLIBATAN PEREMPUAN

1. melibatkan kaum perempuan dalam berbagai proses kebijakan.
2. mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi kaum perempuan dalam pembangunan.

K. PERLINDUNGAN ANAK

Mendorong dan mengupayakan perlidungan kepada anak dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara rohani, jasmani maupun secara sosial.

L. BATAS GAMPONG/MUKIM

Pemerintahan Mukim Siem bersama-sama dengan pemerintahan gampong bertekad untuk menyelesaikan masalah perbatasan gampong yang ada dalam wilayah mukim Siem.

VI. PENUTUP

Demikianlah Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Mukim Siem ini disusun, dengan harapan dapat menjadi landasan rujukan terhadap pembangunan Mukim Siem Kecamatan Darusalam Kabupaten Aceh Besar.


Mukim Siem,16 Agustus 2009

Imeum Mukim Siem
Darussalam-Aceh Besar




Asnawi, SH

Musyawarah Kerja se-Hari Mukim Siem


Pemerintah Mukim Siem Kecamatan Darussalam Aceh Besar mengagendakan pelaksanaan Musyawarah Kerja se-Hari, yang direncanakan akan dilaksanakan pada hari Ahad tanggal 16 Agustus 2009. Apa dasar pemikiran, tujuan, hasil yang diharapkan, metode, waktu pelaksanaan dan lain-lain dapat di baca dalam Term of references kegiatan berikut ini

Term of References


MUSYAWARAH KERJA SEHARI
PEMERINTAHAN MUKIM SIEM
KECAMATAN DARUSSALAM – ACEH BESAR

I. Dasar Pemikiran

Jika kita menelusuri lembaran sejarah Kerajaan Aceh Darussalam, khususnya yang menyangkut tentang struktur Pemerintahan, maka kita akan menemui sebuah fakta sejarah bahwa pemerintahan Mukim merupakan salah satu strata pemerintahan dalam struktur Kerajaaan Aceh Darussalam. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Kanun Al-Asyi (Adat Meukuta Alam) yang merupakan UUD Kerajaan Aceh Darussalam. Menurut Kanun Meukuta Alam strata pemerintahan di Kerajaan Aceh Darussalam tersusun dari gampong (kampung/kelurahan), Mukim (federasi beberapa gampong), Nanggroe, Sagoe (federasi dari beberapa Nanggroe, dan hanya terdapat di Aceh Besar) dan Kerajaan ( Ali Hasjmy (et al), 50 Tahun Aceh Membangun, Majelis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Aceh, 1995).
Kita juga akan mendapatkan fakta sejarah bahwa Pemerintah Mukim memiliki fungsi dan kedudukan yang amat penting dalam sistem dan struktur pemerintahan kerajaan Aceh Darussalam. Fakta ini dapat dibuktikan dengan adanya berbagai perangkat adat Mukim yang dibentuk untuk menyelesaikan berbagai persoalan Rakyat di Aceh, seperti qadhi mukim, Tuha Peut/Tuha Lapan Mukim, Panglima Glee, Panglima laot, Keujruen Blang, haria Peukan dan lain-lain. Dari rangkaian fakta ini kita dapat menyimpulkan bahwa Mukim merupakan strata pemerintahan yang memiliki hak otonom baik keluar maupun kedalam.
Kedudukan dan peranan Pemerintahan Mukim di Aceh mengalami deregulasi fungsi dan kedudukan, ketika Pemerintah Pusat mengambil kebijakan untuk menyeragamkan Tata Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa di Indonesia melalui Undang Undang Nomor 4 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Dengan diberlakukannnya kedua Undang-Undang tersebut keberadaaan Mukim secara formal tidak diakui lagi karena tidak masuk dalam struktur pemerintahan di Indonesia.
Meski keberadaan Mukim tidak diakui lagi dalam struktur pemerintahan nasional, namum lembaga ini tetap melekat di hati rakyat, tak lapuk dihujan, tak lekang dipanas. Menyahuti suara hati rakyat Aceh, maka Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Aceh mengeluarkan Perda Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 2 Tahun 1990 tentang Pembinaan dan pengembangan kehidupan Adat dalam Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Sejak saat itu Mukim hanya diakui sebagai lembaga adat yang justifikasikan melalui Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan dengan segala upaya, akhirnya keberadaan pemerintah Mukim di Provinsi NAD telah diakui kembali oleh Pemerintah Pusat. Pengakuan tersebut tertuang langsung dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk mengimplementasikan Undang-Undang tersebut khususnya menyangkut tentang Pemerintahan Mukim, maka Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, mengeluarkan Qanun Provinsi Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintah Mukim dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan adanya qanun ini maka Pemerintahan Mukim selain telah mendapat landasan konstitusional juga telah mendapatkan sandaran operasional.
Sebagai langkah penyelesaian konflik Aceh secara damai Pemerintah RI dan GAM telah melakukan rangkaian pertemuan di Helsinki Finlandia. Hasil Perjanjian damai tersebut dituang dalam MoU Helsinki yang ditandatangani oleh kedua belah pihak tanggal 15 Agustus 2005, yang memuat berbagai butir tentang Aceh masa depan Aceh diantaranya tentang tata Pemerintah Aceh. Sebagai langkah dari implementasi dari MoU Helsinki tersebut maka lahirlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Dalam Undang-Undang ini juga diakomodasikan keberadaan pemerintahan Mukim dan diakui sebagai salah satu strata pemerintahan di Aceh. Yang dimaksud dengan Mukim oleh Undang-Undang ini adalah kesatuan masyarakat hukum dibawah kecamatan yang terdiri atas : gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imuem Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung dibawah camat.
Mukim Siem merupakan salah satu dari tiga mukim yang ada di Kecamatan Darussalam Aceh Besar. Keberadaan Pemerintah Mukim Siem, hinga saat ini belum menunjukkan peran dan fungsi sebagaimana diharapkan di tengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal.
Tidak lengkapnya struktur Pemerintahan Mukim, kurangnya pemahaman perangkat Mukim dan Gampong tentang tata pemerintahan Mukim, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan pemerintah Mukim, tidak adanya sarana dan prasarana penyelenggaraan Pemerintahan Mukim, tidak adanya anggaran penyelenggaraan Pemerintahan Mukim, belum lengkapnya berbagai aturan pelaksanaan Pemerintah Mukim, kurangnya upaya pembinaan Pemerintah Mukim oleh Pemerintah atasan, merupakan daftar persoalan yang mengakibatkan kurang berperannya pemerintah Mukim di Aceh.
Sadar akan berbagai permasalahan di atas maka Pemerintahan Mukim Siem berupaya mencari berbagai cara untuk mengatasi masalah ketidak berdayaan dalam pengelolaan Pemerintah Mukim Siem. Untuk maksdud tersebut, maka Musyawarah kerja Sehari untuk Penguatan Kembali Pemerintahan Mukim Siem diharapkan dapat menjadi wahana untuk mencari solusi bagi upaya penguatan Pemerintahan Mukim Siem dimaksud.
II. Nama Kegiatan

Musyawarah Kerja se-Hari Pemerintahan Mukim Siem-Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar

III. Landasan

1. Undang-Undang Dasar 1945 hasil Amandemen
2. Undang-Undang nomor 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemrintahan Aceh
4. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
5. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Pembinaan Adat dan Adat Istiadat
6. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat

IV. Thema

“Upaya Revitalisasi Mukim sebagai bagian dari upaya mewujudkan fungsi dan peranan Pemerintahan Mukim Siem dalam pembangunan
dan pelayanan masyarakat”

V. Tujuan

Adapun tujuan dari penyelenggaraan kegiatan Rapat Kerja sehari ini adalah untuk:
1. Menjalin silaturrahmi antar berbagai elemen masyarakat dalam mukim Siem agar dapat membangun sinergi dari berbagai potensi yang ada dalam wilayah Mukim Siem untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pembangunan wilayah dan masyarakat Mukim Siem;
2. Mensosialisasikan struktur, kedudukan dan peran Pemerintahan Mukim dalam tata Pemerintahan di Aceh dalam hubungannya dengan pemerintahan Gampong, baik dari perspektif hukum positif maupun perspektif adat.
3. Menyusun rencana stategis Pembangunan Mukim Siem untuk lima tahun mendatang.
4. Membentuk dan memberdayakan kembali keberadaan lembaga Adat dan berbagai organisasi atau lembaga lainnya di wilayah Mukim Siem.
5. Menemukan langkah-langkah strategis untuk kelanjutan Pembangunan Masjid Jami’ Baitul Ahad Mukim Siem yang saat ini progres pembangunannya telah mencapai 40 %;
6. Membahas berbagai persoalan pembangunan dalam wilayah Mukim Siem.

VI. Hasil yang diharapkan

Sementara itu dengan dilaksanakan kegiatan Musyawarah Kerja sehari ini akan menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
1. Silaturahmi antar elemen masyarakat akan semakin erat, dan berbagi potensi SDM yang ada dalam wilayah Mukim Siem terorganisir dengan baik;
2. Aparat Pemerintahan Mukim, Pemerintahan Gampong, dan elemen masyarakat lainnya memahami dengan baik struktur, kedudukan dan peran Pemerintahan Mukim dalam tata Pemerintahan di Aceh dalam hubungannya dengan pemerintahan Gampong, baik dari perspektif hukum positif maupun perspektif adat.
3. Pemerintahan Mukim Siem memiliki Rencana Stategis Pembagunan Wilayah dan Masyarakat untuk Lima Tahun Ke Depan.
4. Terbentuknya kembali lembaga-lembaga Adat di wilayah Mukim Siem dan berbagai lembaga/orgnisasi lainnya untuk mempercepat proses pembangunan di Wilayah Mukim Siem.
5. Dirumuskannya berbagai langkah strategis untuk melanjutkan pembangunan Masjid Jami’ Baitul Ahad Mukim Siem.
6. Teridentifikasi berbagai persoalan dalam wilayah Mukim Siem dan alternatif pemecahan masalah.
VII. Methodelogi
Peserta akan dibekali dengan pengetahuan seputar fungsi dan kedudukan Mukim dalam tata Pemerintahan di Aceh. Pembekalan ini akan disampaikan oleh fasilitator yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing. Setelah mendapatkan orientasi peserta akan dibagi dalam komisi-komisi untuk membahas isu-isu penting dalam pembangunan Mukim Siem. Masing-masing Komisi kemudian akan mempresentasikan hasil kerja ditingkat rapat komisi di depan rapat pleno untuk dibahas dan sahkan bersama.
VIII. Peserta
Peserta adalah kegiatan Musyawarah Kerja sehari Revitalisasi Pemerintah Mukim Siem adalah sebagai berikut:
a. Utusan Gampong dalam Mukim Siem
b. Unsur Pengurus dan Panitia Pembangunan masjid Jami’ Mukim Siem
c. Unsur tokoh masyarakat, Tokoh Adat dan Ulama dalam wilayah Mukim Siem
d. Tokoh-tokoh Provinsi/kabupaten yang memiliki hubungan emosional terhadap pembangunan Mukim Siem
e. Unsur Remaja Masjid Siem
f. Unsur Ketua Pemuda dalam wilayah Mukim Siem
g. Unsur Perempuan dalam Wilayah Mukim Siem
IX. Jadwal Kegiatan dan Tempat Kegiatan
a. Waktu : Hari Minggu, tangal 16 Agustus 2009
b. Tempat : Masjid Jami’ Baitul Ahad Mukim Siem
X. Panitia Pelaksana
Susunan Panitia pelaksana adalah sebagaimana terlampir.
XI. Anggaran dan Sumber Angaran
Jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan kegiatan Musyawarah Kerja sehari Revitalisasi Pemerintah Mukim Siem adalah sebesar Rp 16.510.000,- (Enambelas Juta Lima Ratus Sepuluh Ribu Rupiah)
Rincian Rencana Anggaran Biaya (RAB) terlampir. Adapun sumber anggaran direncanakan diperoleh dari :
a. Bantuan dari instansi Pemerintah
b. Bantuan dari lembaga-lembaga swasta
c. Bantuan dari perseorangan
d. Bantuan lain yang sah dan tidak mengikat
XII. Penutup
Demikianlah proposal sederhana ini kami susun, semoga dapat menjadi landasan bagi semua pihak yang yang berkenan membantu terselenggarakanya kegitan Musyawarah Kerja sehari Revitalisasi Pemerintah Mukim Siem. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Amiin yaa Rabbal A’lamiin...

Mukim Siem, 7 J. Akhir 1430 H
1 J u n i 2009 M


Panitia Pelaksana
Musyawarah Kerja Se-Hari Mukim Sie
Darussalam-Aceh Besar,




Suwardi Hasballah Subhan Fajri
Ketua Sekretaris

Mengetahui:
Imeum Mukim Siem
Darussalam-Aceh Besar




Asnawi Zainun, SH


PEMERINTAH KABUPATEN ACEH BESAR
K E C A M A T A N D A R U S S A L A M
M U K I M S I E M
Kantor : Jl. Tgk. Glee Iniem No. 01 Komplek Masjid Jami’ Mukim Siem Kecamatan Darussalam Aceh Besar 23373




KEPUTUSAN IMEUM MUKIM SIEM
Nomor. : 01/KEP/MS/VI/2009

Tentang

Pengangkatan dan Pengesahan
Panitia Musyawarah Kerja se-Hari Pemerintahan Mukim Siem
Darussalam-Aceh Besar

DENGAN RAHMAT ALLAH TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang : a. bahwa agar keberadaan Mukim Siem dapat menunjukkan fungsi dan perannya sebagaimana yang diharapkan diperlukan adanya upaya untuk menata struktur dan program kerja Pemerintahan Mukim Siem;

b. bahwa untuk mewujudkankan keinginan tersebut, maka pemerintahan Mukim Siem bermaksud untuk menyelenggarakan kegiatan Musyawarah Kerja se-Hari Pemerintahan Mukim Siem;

c. Bahwa untuk melaksanakan kegiatan Musyawarah Kerja se-Hari Pemerintahan Mukim Siem, maka perlu dibentuk dan disahkan suatu panitia yang akan mengemban tugas menjalankan kegiatan tersebut;

d. bahwa untuk adanya landasan berpijak dan bergerak kepada panitia, maka dipandang perlu untuk menetapkan dalam suatu Surat Keputusan Imeum Mukim Siem.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
2. Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat;
4. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat

Memperhatikan : Keputusan Rapat Mukim hari Jum’at Tanggal 19 Juni 2009.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

Pertama : Mengangkat dan mengesahkan nama-nama sebagaimana tersebut dalam daftar lampiran Surat Keputusan ini sebagai Panitia Musyawarah Sehari Mukim Kecamatan Darussalam;





Kedua : Dalam menjalankan tugasnya Panitia Musyawarah Sehari Mukim Kecamatan Darussalam, bertanggungjawab kepada Imeum Mukim Siem Kecamatan Darussalam Aceh Besar;

Ketiga : Petikan Surat Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab;

Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan diubah dan atau diperbaiki kembali sebagaimana mestinya dikemudian hari bila ternyata dalam penetapan ini terdapat kesalahan atau kekeliruan.


Ditetapkan di : Mukim Siem

Pada Tanggal : 7 J. Akhir 1430 H
1 J u n i 2009 M



Imeum Mukim Siem




Asnawi Zainun, SH


Tembusan Surat Keputusan ini
disampaikan kepada:

1. Bupati Aceh Besar;
2. Camat Darussalam;
3. Imeum Chiek Masjid Jami’ Baitul Ahad Mukim Siem;
4. Keuchik-Keuchik dalam wilayah Mukim Siem;
5. Imeum Meunasah-Imeum Meunasah dalam Wilayah Mukim Siem;
6. yang bersangkutan.




Lampiran : Surat Keputusan Imeum Mukim Siem Nomor : 01/Kep/MS/VI/2009 tentang
Susunan panitia musyawarah kerja sehari Pemerintahan Mukim Siem
Darussalam tahun 2009


I. PENASEHAT

1. Camat Darussalam
2. Imeum Mukim Siem
3. Imam Masjid Jami’ Baiul Ahad Mukim Siem
4. Para Keuchik dalam Wilayah Mukim Siem
5. Para Imeum Meunasah dalam Wilayah Mukim Siem

II. PANITIA PENGARAH (SC)

Ketua : Drs. T. Zainuddin, M.Si
Wakil Ketua : Yusrinawandi Amin
Anggota :
1. Drs. Subki Djuned
2. Sayuthi Affan, M.Si
3. Drs. Tgk. Rusli Yunus
4. Azhari Yusuf, SP
5. Dra. Zubaidiah Usman
6. Handayani, S.Ag.
7. Nurbayani Ali, S.Ag
8. Drs. Ismuha
9. Junaidi Jalil
10. M Nur Gade, S.Pd
11. T Dedi, S.Si
12. Tgk. Muslim Daud, Lc

III. PANITIA PELAKSANA (OC)

Ketua : Suwardi Hasballah
Wakil Ketua : Adnan Ilyas, S.Pd (Lamreh)

Sekretaris : Subhan Fajri
Wakil Sekretaris : Eliyanti Z, S.Pd.I (Siem)

Bendahara : Ihsan Nur (Lambiheue Siem)

Bidang-bidang :

1. Bidang Pendanaan

Koordinator : Irwandi Harun
Anggota : 1. Amaluddin (Siem)
2. Abdul Kadir (lamreh)
3. M Rizki Aulia (Lieue)
4. Aiyub (Lamklat)
5. Siti Fakhriani (Lambitra)
6. Safriadi (Kr. Kalee)
7. Wahyuni (Lam Asan)
8. Yuanita Ananda (Lambiheue Siem)
9. Romi Gunawan
10. Ismunandar (Lambitra)
11. Husaiyen (Lamklat)
12. Ramadhan (Lam Asan)

2. Bidang Acara/Protokoler

Koordinator : Shadiqin MS (Lam Asan)
Anggota : 1. Fitrina M Nasir (Lieue)
2. Tgk. Lina Rahmalia (Lam Asan)
3. Muhammad Hamzah (Lamreh)
4. Wirda Misna (Siem)
5. Shirly Irmayasari (Lambiheue Siem)
6. Caesar AG (Lamklat)
7. Dayyana Nadia (Lamreh)

3. Bidang Komsumsi

Koordinator : Hidaruddin M Nur
Anggota : 1. Helmi Mahmud, SHI
2. Abuddin Budiman
3. Jufriadi (Lieue)
4. Mustafa Ishak (Lamreh)
5. Fajri Lukman (Lieue)
6. Nurul Falah (Siem)
7. Wina Fajrina (Siem)
8. Eka Zahriani (Lamklat)
9. Rita Zahara (Siem)
10. Ummiyati (Lamreh)
11. M. Basyir (Pondok)
12. Sri Wahyuni (Kr. Kalee)
13. Zulfikar (Pondok)
14. Eli Ermawati (Lambitra)
15. Armanisah (Lamreh)
16. Safrina (Lamreh)
17. Rahmatina (Lamklat)

4. Bidang Tempat/Perlengkapan

Koordinator : Maimun Syafrizal
Anggota : 1. Muhammad MN
2. Jufri
3. Rahmad Saidi
4. Irfan Iryadi (Lamreh)
5. Vikky Gunawan (Kr. Kalee)
6. Khairul Umri (Lambiheue Siem)
7. Muhajjirin Anshari (Siem)
8. Zikri (Pondok)
9. Mansur Al-Fansuri (Pondok)
10. Aida Fitria (Lambiheue Siem)
11. Yasir (Pondok)
12. Irawati (Lam Asan)
13. Nurjannah (Siem)
14. Mutmainnah (Lambiheue Siem)
15. Fatimah Zuhra (Lamreh)
16. Rabi’ul Rahmawati (Lamreh)








LAHAN SAWAH DI MUKIM SIEM KERING




Puluhan hektar lahan sawah di Mukim Siem mengalami kekeringan. Pemandangan ini bisa dilihat disemua area persawahan di sana. Kondisi ini tentu sangat mengecewakan petani . Menurut para petani, air dari saluran irigasi tidak menjangkau area persawahan mereka, akibatnya banyak tanaman yang menjelang dara mulai menguning.
Mengatasi permasalahan ini para petani yang menggarap di area persawahan Moun Blank Gampong Siem, mengakalinya dengan menggunakan Mesin Pompa Air. "Hampir setiap malam kami begadang di sini untuk memompo air ke area persawahan kami", sebut salah seorang petani di sana. (as)

SK Pengurus Badan Pengelola TK Al-Azhar Siem



PEMERINTAH KABUPATEN ACEH BESAR
K E C A M A T A N D A R U S S A L A M
M U K I M S I E M
Kantor : Jl. Tgk. Glee Iniem No. 01 Komplek Masjid Jami’ Mukim Siem Kecamatan Darussalam Aceh Besar 23373




KEPUTUSAN IMEUM MUKIM SIEM
Nomor. : 02/KEP/MS/VII/2009

Tentang

Pengangkatan dan Pengesahan
Pengurus Badan Pengelola Taman Kanak-kanak Al-Azhar Siem


DENGAN RAHMAT ALLAH TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang : a. bahwa keberadaan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas merupakan modal dasar yang sangat penting dan menentukan dalam pembangunan suatu bangsa;

b. bahwa dalam rangka mencetak sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas, maka pembangunan sektor pendidikan harus menjadi prioritas utama dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan sejak usia dini;

c. Bahwa untuk mewujudkan keinginan tersebut keberadaan lembaga pendidikan usia dini sebagaimana halnya Taman Kanak-Kanak Al-Azhar Siem sangat diperlukan;

d. bahwa untuk kelancaran administrasi dan proses belajar mengajar pada Taman Kanak-Kanak Al-Azhar Siem sebagaimana dimaksud di atas, maka dipandang perlu untuk mengangkat dan mengesahkan Pengurus Badan Pengelola Taman Kanak-Kanak Al-Azhar Siem.


Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

3. Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Memperhatikan : Keputusan Rapat Pemilihan Pengurus Badan Pengelola Taman Kanak-Kanak Al-Azhar Siem, pada hari Ahad tanggal 14 Juni 2009.





MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

Pertama : Memberhentikan dengan hormat Pengurus Badan Pengelola Taman Kanak-Kanak Al-Azhar Siem periode sebelumnya seraya menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas dedikasinya selama ini;

Kedua : Mengangkat dan mengesahkan nama-nama sebagaimana tersebut dalam daftar lampiran Surat Keputusan ini sebagai Pengurus Badan Pengelola Taman Kanak-Kanak Al-Azhar Siem periode tahun 2009-2014.

Ketiga : Pengurus Badan Pengelola Taman Kanak-Kanak Al-Azhar Siem memangku jabatan untuk masa jabatan 5 (lima) tahun sejak Surat Keputusan ini ditetapkan.

Keempat : Dalam menjalankan tugasnya Badan Pengelola Taman Kanak-Kanak Al-Azhar Siem, bertanggungjawab kepada Pengurus Masjid Jami’ Baitul Ahad Mukim Siem;

Kelima : Petikan Surat Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.

Keenam : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan diubah dan atau diperbaiki kembali sebagaimana mestinya dikemudian hari bila ternyata dalam penetapan ini terdapat kesalahan atau kekeliruan.

Ditetapkan di : Mukim Siem

Pada Tanggal :


Imeum Mukim Siem




Asnawi Zainun, SH





Lampiran : Surat Keputusan Imeum Mukim Siem Nomor 01/Kep/MS/VII/2009
tentang Pengangkatan dan Pengesahan Pengurus
Badan Pengelola Taman Kanak-kanak Al-Azhar Siem



Tembusan Surat Keputusan ini
disampaikan kepada:

1. Bupati Aceh Besar;
2. Camat Darussalam;
3. Imeum Chiek Masjid Jami’ Baitul Ahad Mukim Siem;
4. Keuchik-Keuchik dalam wilayah Mukim Siem;
5. Imeum Meunasah-Imeum Meunasah dalam Wilayah Mukim Siem;
6. yang bersangkutan.

SUSUNAN PENGURUS BADAN PENGELOLA TK AL-AZHAR SIEM
MUKIM SIEM KECAMATAN DARUSSALAM
ACEH BESAR

A. PENASEHAT
1 Camat darussalam
2 Imeum Mukim Siem
3 Majelis Imam Masjid Jami' Baitul Ahad Mukim Siem
4 Keuchik-Keuchik dalam wilayah Mukim Siem
5 Tgk H. Waisyul Qarani Ali
6 Tgk. Muktar Hasan Krueng Kalee
7 Drs. Tgk. Umran Djuned
8 Ir. Mawardi Ali
9 Musannif Sanusi, SE
10 Drs. Tgk. Jailani Mahmud
11 Dra. Hj Juliana

B. PENGURUS HARIAN
Ketua : Dra. Zubaidiah Usman
Wakil Ketua : Nurbayani Ali, S. Ag
Sekretaris : Suwardi
Wakil Sekretaris : Subhan Fajri
Bendahara : Handayani, S. Ag

C. BIDANG-BIDANG
1. Bidang Pengembangan Pendidikan
Ketua : Drs. Ismuha
Anggota : Ikhsan Nur, Lc.
Nurul Falah
Sufiati
Eka Zahriani, S. Pdi

2. Bidang Pembangunan dan perlengkapan
Ketua : Hidaruddin M. Nur
Anggota : Maimun Safrizal, S. Pdi
Helmi Mahmud S. Hi
Wina fajrina

3. Bidang Usaha keuangan
Ketua : Junaidi Jalil. SE
Anggota : Fitrina M. Nasir
Shadiqin M. Shaleh, S. Pdi
Amaluddin

4. Bidang Hubungan Masyarakat dan Keamanan
Ketua : Irwandi Harun
Anggota : Muhammad M. Nur
Rahmad Saidi
Jufriadi

Mukim Siem,27 Ra’jab 1430 H
20 J u l i 2009 M


Imeum Mukim Siem
Darussalam-Aceh Besar




Asnawi Zainun, SH


foto kunjungan muhibbah timbalan menteri besar Kelantan ke pondok yatim pkpu siem





TIMBALAN MENTERI BESAR NEGERI KELANTAN MALASYIA DATO’ HAJI AHMAD BIN HAJI YAKOB ADAKAN KUNJUNGAN MUHIBBAH KE PONDOK YATIM PKPU MUKIM SIEM


Ahad, 25 Juli 2009 pagi Timbalan Menteri Besar Negeri Kelantan Dato’ Haji Ahmad bin Haji Yakob, beserta 18 orang rombongan mengunjungi Pondok Yatim PKPU Mukim Siem. Kunjungan ke Pondok Yatim ini merupakan salah satu agenda beliau disamping agenda utama mengunjungi para pelajar Negeri Kelantan yang sedang belajar pada IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Dalam sambutannya Dato’ Haji Ahmad bin Haji Yakob menyebutkan maksud kedatangannya ke Pondok Yatim di samping untuk bersilaturrahmi dengan sesama saudara muslim juga ingin berjumpa langsung dengan anak-anak yatim korban tsunami yang tingggal di asrama yatim PKPU Mukim Siem tersebut. Dato’ menegaskan sesungguhnya Islam mengajarkan bahwa sebagai sesama Muslim kita bagaikan tubuh yang satu, oleh sebab itu sudah merupakan hal yang sangat lumrah bila saudara-saudara muslim dari Kelantan ikut merasakan kepedihan yang dirasakan saudara muslim di Aceh ketika tsunami.
Sementara sebelumnya Ustadz Fahmi, Lc melaporkan bahwa di Pondok Yatim PKPU Mukim Siem, saat ini menampung 50 orang anak yatim-piatu/piatu dari berbagai wilayah dari Provinsi Aceh, termasuk dari Kabupaten Simeulu. Menurut Pimpinan Pondok Yatim PKPU Siem ini anak-anak Yatim/Yatim piatu ini disamping diberikan pendidikan gratis di luar pondok, mereka juga dibekali dengan berbagai pelatihan ketrampilan di Training Centre PKPU Siem yang berada dilokasi yang sama, terutama Skill Komputer. Dengan penguasaan skill ini diharapkan mereka dapat menjadi manusia-manusia yang tangguh di masa yang akan datang. Beliau juga mengajak seluruh kaum muslimin agar berkenan memberi perhatian terhadap anak-anak di sini, karena Pondok Yatim ini memiliki kemampuan yang terbatas untuk melakukan pelayanan yang maksimal untuk mereka. (as)

BUPATI ACEH BESAR TINJAU LOKASI PEMBANGUNAN SEKOLAH TERPADU DARUSSALAM



Bupati Aceh Besar DR Bukhari Daud, MA, di dampingi oleh ketua DPRK Aceh Besar Musannif Sanusi, SE, hari Selasa tanggal 21 Juli 2009, pukul 16.30 WIB meninjau lokasi Rencana Pembangunan Sekolah Terpadu Darussalam di Gampong Lambaro Sukon Kecamatan Darussalam Aceh Besar. Bukhari Daud dalam kesempatan itu menegaskan kembali komitmennya untuk terus mendukung dan mewujudkan Sekolah terpadu dari tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Menengah Atas di satu komplek tersebut, sebagai bagian dari keinginan untuk mewujudkan pembangunan Pendidikan di Aceh Besar. Ungkapan tersebut diungkapkan di hadapan Camat, para Imeum Mukim, dan tokoh-tokoh masyarakat Darussalam yang turut menghadiri kegiatan tersebut.
Drs. Hasanuddin Yusuf salah seorang penggagas berdirinya sekolah terpadu Darussalam menerangkan bahwa dilokasi rencana Pembangunan Sekolah Terpadu Darussalam telah dibebaskan tanah seluas 1,4 Ha, dan saat ini panitia telah melakukan pendekatan dengan pemilik tanah disekelilingnya untuk kembali melakukan pembebasan tanah, sehingga diharap jika rencana dapat dilaksanakan luas tanah keseluruhan akan mencapai 3 Ha. Salah seorang Panitia penggagas lainnya Tgk Umran Djuned, menjelaskan bahwa dilokasi tersebut akan di bangun lembaga pendidikan lengkap dari tingkat TK sampai dengan SMA. SMA merupakan sekolah baru, mengingat saat ini di kecamatan Darussalam tidak ada lagi Sekolah Menengah Atas, yaitu sejak pemekaran Kecamatan Darussalam menjadi kecamatan Darussalam dan Baitussalam. Selain itu untuk strata pendidikan TK, SD dan SMP merupakan sekolah relokasi dari lokasi lama yang saat ini dipandang sudah sangat tidak cocok, karena terletak di tengah-tengah keramaiaan pasar.
Sementara itu pada pagi harinya Kepala Dinas Pendidikan Cabang V Drs. Johan, Camat Darussalam Drs. Subki M Saleh beserta Imeum Mukim Lambaro Angan dan Mukim Siem serta tokoh-tokoh masyarakat Darussalam lainnya mempeusijuek Gedung SMA Darussalam dan PLT Kepala SMA Darussalam Ibu Dra. Erawati di lokasi tersebut sebagai tanda telah dimulainya proses belajar mengajar di sekolah. Camat Darussalam dalam kesempatan tersebut meminta kepada semua pihak agar mendukung dan ikut memperjuangkan terwujudnya sekolah terpadu Darussalam, karena dengan lahirnya sekolah terpadu tersebut merupakan salah satu cara untuk meningkatkan SDM di kecamatan Darussalam khususnya, dan Aceh umumnya. Menurut beliau dengan terwujudnya bila nantinya cita-cita membangun komplek pendidikan terpadu ini terwujud, maka di Kecamatan Darussalam telah terbentuk 3 lembaga pendidikan terpadu yaitu masing-masing Madrasah Terpadu di Mukim Tungkob, Dayah terpadu di Mukim Siem dan yang terakhir nanti sekolah terpadu di Mukim Lambaro Angan.



MAA ACEH BESAR LAKSANAKAN RAKER



RAPAT KERJA MAA ACEH BESAR

Rabu, 22 Juli 2009 tokoh-tokoh adat Aceh yang bergabung dalam Majelis Adat Aceh Kabupaten Aceh Besar mengadakan Duek Pakat untuk menyusun rencana Kerja Tahun 2010. Kegiatan yang mengambil thema Mari memperkuat Adat Istiadat Aceh guna mendukung Pelaksanaan Syariat Islam secara Kaffah ini, dibuka oleh Kadis Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Aceh Besar Drs. Rusli M Ali, MM, mewakili Bupati Aceh Besar. Dalam arahannya Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Besar, mengharapkan agar MAA Aceh Besar agar senantiasa berada dibarisan terdepan dalam upaya membina dan melestarikan Adat dan Adat Istiadat Aceh di tengah-tengah masyarakat sekarang ini. Pelestarian adat istadat pada dasarnya memiliki mamfaat multi dimensi terhadap kehidupan Masyarakat Aceh, diantaranya Adat dapat menjadi objek wisata, sehingga dapat mengundang dan memikat wisatawan asing yang datang ke Aceh. Perkembangan sektor pariwisata ini dapat mendongkrak pertumbuhan perekonomian daerah sehingga dengan sendirinya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan Masyarakat.
Kegiatan yang juga dihadiri oleh Ketua MAA Provinsi Aceh H Badruzzaman, SH,MH juga diwarnai dengan kegiatan dialog menyangkut berbagai masalah seputar perkembangan Adat Aceh dewasa ini. Kegitan dialog ini mendapat sambutan yang sangat antusias dari peserta Raker yang ditandai dengan banyak peserta yang mengajukan pertanyaan dan bahkan terlibat aktif dalam diskusi-diskusi tersebut. Pada intinya Ketua MAA Aceh mengharapkan kepada MAA Aceh Besar agar lebih pro Aktif dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya dalam pembinaan Adat di Aceh Besar. Sudah saatnya kita meninggalkan budaya IMPREH (Plesetan dari kata INPRES yang populer pada masa ORBA, IMPREH, bahasa Aceh yang dibangun dari dua kata yakni iem berarti Diam dan preh berarti menunggu). Maksudnya keinginan untuk membangun Adat/adat istiadat harus berasal dari bawah (buttom up) bukan menunggu petunjuk dari atas (Top Down).
Setelah rehat siang, kegiatan dilanjutkan dengan Pembahasan Rencana Kerja MAA Aceh Besar tahun 2009. Dalam kesempatan tersebut berhasil mengagendakan berbagai Program Kerja/kegiatan MAA Aceh Besar, beberapa diantaranya yang terpenting adalah Pelatihan Peradilan Adat, Penelitian dan Penulisan Buku Adat/Adat Istiadat tentang Prosesi budaya/adat dalam siklus kehidupan Manusia sejak dari lahir sampai meninggal dunia, memilih dan mebina Desa Adat Kabupaten Aceh Besar, menyusun Buku Saku “Prosesi Peusijuek”, Pelatihan Adat untuk Pemuda Aceh Besar, dan lain-lain.
Pada kesempatan tersebut Ketua MAA Aceh Besar juga berhasil membentuk team MAA Aceh Besar yang akan melakukan dengar pendapat dengan Panitia Legislasi DPRK Aceh Besar untuk membahas Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Besar tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh Kabupaten Aceh Besar di Peutuwah Toe Cafe Ulee kareng Aceh Besar pukul 20.30 WIB.
Kegiatan yang berlangsung di halaman belakang gedung Dekranas Aceh Besar Lambaro Ingin Jaya itu berlangsung dalam suasana akrab dan santai namun diikuti dengann sepenuh hati oleh peserta yang berasal dari unsur pengurus MAA Aceh Besar dan Pengurus MAA Kecamatan se-kabupaten Aceh Besar. Kegiatan ini akhirnya ditutup oleh ketua MAA Aceh Besar, dan diakhiri dengan foto-foto bersama. Kruee Seumangat, selamat bekerja MAA Aceh Besar, semoga di tahun 2010 kiprahnya...makiiiiin terasa! Semoga, Insya Allah...Amiin (AS)








Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat


QANUN ACEH
NOMOR 9 TAHUN 2008
TENTANG
PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM,
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Menimbang : a. bahwa Adat dan Adat Istiadat yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Aceh sejak dahulu hingga sekarang melahirkan nilainilai budaya, norma adat dan aturan yang sejalan dengan Syariat Islam dan merupakan kekayaan budaya bangsa yang perlu dibina, dikembangkan dan dilestarikan;

b. bahwa pembinaan, pengembangan dan pelestarian Adat dan Adat Istiadat perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya sehingga dapat memahami nilainilai adat dan budaya yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Aceh;

c. bahwa untuk menindaklanjuti Pasal 99 dan Pasal 162 ayat (2) huruf (e) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh jo Pasal 16 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, perlu diatur Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat dalam suatu qanun;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Qanun Aceh tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103);

2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893);

3. Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);2

4. Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

5. Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03).

Dengan persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
dan
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : QANUN PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam qanun ini yang dimaksudkan dengan :

1. Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.

2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah Provinsi sebagai suatu kesatuan
masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota.

3. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing.

4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing;

5. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah
unsur penyelenggara pemerintah Aceh yang terdiri dari atas Gubernur dan
perangkat daerah Aceh.
3
6. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses
demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil.

7. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Pemerintah
Kabupaten/Kota adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang terdiri atas Bupati/Walikota dan perangkat daerah
kabupaten/kota.

8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dipilih
melalui proses demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil.

9. Wali Nanggroe adalah pemimpin lembaga adat nanggroe yang independen
sebagai pemersatu masyarakat, berwibawa dan berwenang membina dan
mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat dan adat istiadat,
pemberian gelar/derajat dan pembina upacara-upacara adat di Aceh serta
sebagai penasehat Pemerintah Aceh.

10. Adat adalah aturan perbuatan dan kebiasaan yang telah berlaku dalam
masyarakat yang dijadikan pedoman dalam pergaulan hidup di Aceh.

11. Hukum Adat adalah seperangkat ketentuan tidak tertulis yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat Aceh, yang memiliki sanksi apabila dilanggar.

12. Adat-istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi
pendahulu yang dihormati dan dimuliakan sebagai warisan yang sesuai dengan
Syariat Islam.

13. Kebiasaan adalah sikap dan perbuatan yang dilakukan secara berulang kali
untuk hal yang sama, yang hidup dan berkembang serta dilaksanakan oleh
masyarakat.

14. Pemangku Adat adalah orang yang menduduki jabatan pada lembaga-lembaga
adat.

15. Reusam atau nama lain adalah petunjuk-petunjuk adat istiadat yang berlaku di
dalam masyarakat.

16. Upacara adat adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan
norma adat, nilai dan kebiasaan masyarakat adat setempat.



BAB II
RUANG LINGKUP PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
Pasal 2

(1) Ruang lingkup pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat
istiadat meliputi segenap kegiatan kehidupan bermasyarakat.
(2) Pembinaan, pengembangan, pelestarian, dan perlindungan terhadap adat dan
adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada nilai-nilai
Islami.
4

BAB III
ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 3

Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat berasaskan:
a. keislaman;
b. keadilan;
c. kebenaran;
d. kemanusiaan;
e. keharmonisan;
f. ketertiban dan keamanan;
g. ketentraman;
h. kekeluargaan;
i. kemanfaatan;
j. kegotongroyongan;
k. kedamaian;
l. permusyawaratan; dan
m. kemaslahatan umum.
Pasal 4
(1) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat dimaksudkan
untuk membangun tata kehidupan masyarakat yang harmonis dan seimbang
yang diridhai oleh Allah SWT, antara hubungan manusia dengan manusia,
manusia dengan lingkungannya, dan rakyat dengan pemimpinnya.
(2) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk meningkatkan fungsi dan peran adat dan adat
istiadat dalam menata kehidupan bermasyarakat.
Pasal 5
Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat bertujuan untuk:
a. menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis;
b. tersedianya pedoman dalam menata kehidupan bermasyarakat;
c. membina tatanan masyarakat adat yang kuat dan bermartabat;
d. memelihara, melestarikan dan melindungi khasanah-khasanah adat, budaya,
bahasa-bahasa daerah dan pusaka adat;
e. merevitalisasi adat, seni budaya dan bahasa yang hidup dan berkembang di
Aceh; dan
f. menciptakan kreativitas yang dapat memberi manfaat ekonomis bagi
kesejahteraan masyarakat.
5

BAB IV
TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
Pasal 6

(1) Wali Nanggroe bertanggungjawab dalam memelihara, mengembangkan,
melindungi, dan melestarikan kehidupan adat, adat istiadat, dan budaya
masyarakat.
(2) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Majelis Adat dan lembaga-lembaga
adat.
(3) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi pembinaan dan
pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat.
Pasal 7
Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan dengan menumbuhkembangkan
kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Pasal 8
Majelis Adat dan lembaga-lembaga adat lainnya melakukan pembinaan dan
pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat yang sesuai dengan Syari’at Islam.

BAB V
PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT
Pasal 9
(1) Kehidupan adat dan adat istiadat dilaksanakan oleh Pemerintah
Aceh/pemerintah kab/kota dan segenap lapisan masyarakat.
(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. lingkungan keluarga;
b. jalur pendidikan;
c. lingkungan masyarakat;
d. lingkungan kerja; dan
e. organisasi sosial kemasyarakatan.
Pasal 10
(1) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dapat dilakukan dengan:
a. maklumat Pemerintah Aceh/pemerintah kab/kota;
b. keteladanan;
6
c. penyuluhan, sosialisasi, diskusi dan simulasi;
d. perlombaan dan atraksi/ pertunjukan;
e. perlindungan karya-karya adat berdasarkan hukum;
f. perlindungan hak masyarakat adat, yang meliputi tanah, rawa, hutan, laut,
sungai, danau, dan hak-hak masyarakat lainnya; dan
g. kaderisasi tokoh adat baik generasi muda maupun perempuan.
(2) Setiap aparat yang bertugas di Aceh harus memahami dan menghargai tatanan
adat dan adat istiadat Aceh.
(3) Setiap pejabat/aparat, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota harus
memahami, membina, dan menghargai tatanan adat dan adat istiadat masyarakat
setempat.
Pasal 11
Lembaga adat wajib menjalin kerjasama dengan semua pihak untuk menggali
kembali kaidah-kaidah adat dan adat istiadat.
Pasal 12
(1) Pembinaan, pengembangan dan pelestarian adat dan adat istiadat meliputi:
a. tatanan adat dan adat istiadat;
b. arsitektur Aceh;
c. ukiran-ukiran bermotif Aceh;
d. cagar budaya;
e. alat persenjataan tradisional;
f. karya tulis ulama, cendikiawan dan seniman;
g. bahasa-bahasa yang ada di Aceh;
h. kesenian tradisional Aceh;
i. adat perkawinan;
j. adat pergaulan;
k. adat bertamu dan menerima tamu;
l. adat peutamat darueh (Khatam Al Qur’an);
m. adat mita raseuki (berusaha);
n. pakaian adat;
o. makanan/ pangan tradisional Aceh;
p. perhiasan-perhiasan bermotif Aceh;
q. kerajinan-kerajinan bermotif Aceh;
r. piasan tradisional Aceh; dan
s. upacara-upacara adat lainnya.
7
(2) Pembinaan, pengembangan dan pelestarian prilaku luhur dan kesalehan spiritual
yang telah membentuk watak dan kepribadian Aceh yang Islami diteruskan
kepada generasi muda Aceh.

BAB VI
PENYELESAIAN SENGKETA/PERSELISIHAN
Pasal 13

(1) Sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat meliputi:
a. perselisihan dalam rumah tangga;
b. sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh;
c. perselisihan antar warga;
d. khalwat meusum;
e. perselisihan tentang hak milik;
f. pencurian dalam keluarga (pencurian ringan);
g. perselisihan harta sehareukat;
h. pencurian ringan;
i. pencurian ternak peliharaan;
j. pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan;
k. persengketaan di laut;
l. persengketaan di pasar;
m. penganiayaan ringan;
n. pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat);
o. pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik;
p. pencemaran lingkungan (skala ringan);
q. ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan
r. perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat.
(2) Penyelesaian sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselesaikan secara bertahap.
(3) Aparat penegak hukum memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan
diselesaikan terlebih dahulu secara adat di Gampong atau nama lain.
Pasal 14
(1) Penyelesaian secara adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
meliputi penyelesaian secara adat di Gampong atau nama lain, penyelesaian
secara adat di Mukim dan penyelesaian secara adat di Laot.
(2) Penyelesaian secara adat di Gampong atau nama lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas:
a. Keuchik atau nama lain;
b. imeum meunasah atau nama lain;
c. tuha peut atau nama lain;
d. sekretaris gampong atau nama lain; dan
e. ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di gampong atau nama lain yang
bersangkutan, sesuai dengan kebutuhan.
8
(3) Penyelesaian secara adat di mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas:
a. imeum mukim atau nama lain;
b. imeum chik atau nama lain
c. tuha peut atau nama lain;
d. sekretaris mukim; dan
e. ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di mukim yang bersangkutan,
sesuai dengan kebutuhan.
(4) Sidang musyawarah penyelesaian sengketa/perselisihan dilaksanakan di
Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain dan di Mesjid
pada tingkat Mukim atau tempat-tempat lain yang ditunjuk oleh Keuchik atau
nama lain dan Imeum Mukim atau nama lain.
(5) Penyelesaian secara adat di Laot sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas:
a. panglima laot atau nama lain;
b. wakil panglima laot atau nama lain;
c. 3 orang staf panglima laot atau nama lain; dan
d. sekretaris panglima laot atau nama lain.
(6) Dalam hal penyelesaian secara adat di Laot Lhok atau nama lain tidak bisa
menyelesaikan sengketa adat yang terjadi antara dua atau lebih panglima laot
lhok atau nama lain, maka sengketa/perselisihan tersebut dilaksanakan melalui
penyelesaian secara adat laot kab/kota.
(7) Penyelesaian secara adat laot kabupaten/kota dilaksanakan oleh tokoh-tokoh
adat yang terdiri atas:
a. panglima laot kab/kota atau nama lain;
b. wakil panglima laot atau nama lain;
c. 2 orang staf panglima laot kab/kota atau nama lain; dan
d. 1 orang dari dinas Dinas Kelautan dan Perikanan dan/atau tokoh nelayan.
(8) Sidang musyawarah penyelesaian perselisihan/sengketa dilaksanakan di
Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain, di Mesjid pada
tingkat Mukim, di laot pada balee nelayan dan di tempat-tempat lain yang ditunjuk
oleh Keuchik atau nama lain, Imeum Mukim atau nama lain, dan Panglima Laot
atau nama lain.
9
Pasal 15
Tata cara dan syarat-syarat penyelesaian perselisihan/persengketaan, dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan adat setempat.

BAB VII
BENTUK-BENTUK SANKSI ADAT
Pasal 16

(1) Jenis-jenis sanksi yang dapat dijatuhkan dalam penyelesaian sengketa adat
sebagai berikut:
a. nasehat;
b. teguran;
c. pernyataan maaf;
d. sayam;
e. diyat;
f. denda;
g. ganti kerugian;
h. dikucilkan oleh masyarakat gampong atau nama lain;
i. dikeluarkan dari masyarakat gampong atau nama lain;
j. pencabutan gelar adat; dan
k. bentuk sanksi lainnya sesuai dengan adat setempat.
(2) Keluarga pelanggar adat ikut bertanggung jawab atas terlaksananya sanksi adat
yang dijatuhkan kepada anggota keluarganya.

BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 17

Dana pembinaan dan pengembangan adat dan adat istiadat diperoleh melalui:
a. bantuan Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
kemampuan daerah; dan
b. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18

Segala ketentuan yang ada tentang pembinaan dan pengembangan adat dan
adat istiadat, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Qanun ini.
Pasal 19
Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini sepanjang mengenai peraturan
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
10

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20

Dengan berlakunya Qanun ini maka Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Kehidupan Adat dinyatakan dicabut.
Pasal 21
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh.

Disahkan di Banda Aceh
pada tanggal 30 Desember 2008 M
2 Muharram 1430 H
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
IRWANDI YUSUF
Diundangkan di Banda Aceh
Pada tanggal 31 Desember 2008 M
3 Muharram 1430 H
SEKRETARIS DAERAH
NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
HUSNI BAHRI TOB
LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 NOMOR 09

PENJELASANATASQANUN ACEH
NOMOR 9 TAHUN 2008
TENTANG
PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT DI ACEH

I. UMUM
Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah
memberikan landasan yang lebih kuat dalam pembinaan kehidupan adat dan adat
istiadat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pasal 99 Undang-Undang tersebut
memerintahkan untuk melaksanakan pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat
dengan membentuk suatu Qanun Aceh. Bahwa Adat dan Adat Istiadat yang sejalan
dengan Syariat Islam merupakan kekayaan budaya menunjukkan identitas bangsa
yang perlu dibina, dikembangkan dan dilindungi keberadaannya.
Adat dan adat istiadat di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam memiliki
keragaman sesuai dengan sub-sub etnis yang hidup di Aceh. Keragaman tersebut
merupakan kekayaan dan khasanah budaya yang pluralistis. Oleh karena itu
pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat harus diarahkan kepada pembinaan dan
pengembangan adat dan adat istiadat setempat.
Adat dan adat istiadat telah menjadi perekat dan pemersatu di dalam
kehidupan bermasyarakat, sehingga menjadi modal dalam pembangunan. Oleh
karena itu nilai-nilai adat dan adat istiadat tersebut perlu dibina dan dikembangkan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
12
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sesuai dengan ajaran Islam adalah untuk
menjamin agar pelaksanaan adat dan adat istiadat tidak bertentangan
dengan nilai-nilai syari’at Islam.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Yang dimaksud secara bertahap adalah sengketa/perselisihan yang terjadi
diselesaikan terlebih dahulu dalam keluarga, apabila tidak dapat
diselesaikan maka akan dibawa pada penyelesaian secara adat di
gampong.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan sayam adalah perdamaian
persengketaan/perselisihan yang mengakibatkan keluar
darah (roe darah) yang diformulasikan dalam wujud ganti
13
rugi berupa penyembelihan hewan ternak dalam sebuah
acara adat.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 19


STATUTA MDPM ACEH RAYEUK


Setelah melalui beberapa kali pertemuan di kantor Yayasan RUMBAI Aceh Banda Aceh, maka pada tanggal 6 September 2003 dibentuklah susunan pengurus Majelis Duek Pakat Mukim (MDPM) Aceh Rayeuk yang susunan pengurus pertama kali adalah sebagai berikut:

Ketua : Cipta TS (Imeum Mukim Lhoknga)
Wakil Ketua : Tgk M. Yunus Arifin ( Imeum Mukim Klieng)

Seretaris : Asnawi,SH (Sekretaris Mukim Siem)
Wk Sekretaris : Syafruddin, SH (Imeum Mukim Kueh)

Bendahara : Basyaruddin (Imeum Lamteungoh Peukan Bada
)

Pada kesempatan berikutnya MDPM juga membahas dan menetapkan statuta organisasi sebagai berikut:

STATUTA
MAJELIS DUEK PAKAT MUKIM (MDPM)
ACEH RAYEUK


MUKADDIMAH

Sesungguhnya keberadaan Mukim Aceh Rayeuk sebagai satu kesatuan masyarakat adat yang berdaulat secara sosial politik, budaya dan ekonomi secara turun temurun adalah kehendak dan anugerah dari Allah SWT. Anugerah Allah SWT tersebut lahir dari proses sejarah kemanusiaan yang tidak terputus dalam perjalanan masa dan terus mengalir tanggungjawab untuk martabatnya sebagai komunitas yang berdaulat atas kehidupannya. Jati diri ini harus dipelihara dan diperkuat sebagai perwujudan rasa syukur dari generasi ke generasi.

Keberadaan Majelis Duek pakat Mukim (MDPM) Aceh Besar tercermin dalam nilai luhur sistem adat yang ada di setiap komunitas Mukim. Sistem tersebut menata keseluruhan pola kehidupan masyarakat sebagai individu, makhluk sosial dan makhluk Allah SWT. Modal sosial ini harus dipertahankan dan dikembangkan serta diperjuangkan sebagai sumber semangat hidup dan acuan berprilaku yang harus diakui oleh masyarakat luas dan negara.

Dalam perjalan sejarahnya modal sosial tersebut telah mengalami pemangkasan peran dan fungsinya secara sistematis, antara lain melalui pemberlakuan Undang Undang RI Nomor 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah dan Undang Undang RI Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.

Sesuai dengan konstitusi negara, kini Pemerintah Mukim di Aceh sudah di akui keberadaannya melalui Undang Undang RI Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Propinsi Aceh sebagai Provinsi Naggroe Aceh Darussalam. Peluang tersebut harus dimanfaatkan oleh Mukim-mukim untuk berperan mengorganisir dan memberdayakan dirinya dalam meningkatkan kesejahteraan, keadilan dan kelestarian kehidupanya secara mandiri.

Dengan kesadaran untuk membangun kembali modal dasar tersebut, maka lembaga adat Mukin Se-Aceh Besar menghimpun diri dalam satu Majelis Duek pakat Mukim (MDPM) Aceh Besar yang disingkat dengan MDPM untuk meneruskan cita-cita luhur yang diwariskan dri generai ke generasi.


BAB I
NAMA, WAKTU, WILAYAH KERJA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN BENTUK

Pasal 1
Nama Organisasi

Nama organisasi tempat berhimpun para Imeum Mukim ini adalah Majelis Duek Pakat Mukim Aceh Rayeuk atau disingkat MDPM

Pasal 2
Waktu Berdiri

MDPM Aceh Rayeuk berdiri pada tanggal enam bulan September tahun 2003, di Aceh Rayeuk, dan disahkan pada tanggal enam bulan september tahun 2003, melalui Pertemuan Imeum Mukim Se-Aceh Rayeuk di Banda Aceh.

Pasal 3
Wilayah Kerja

Wilayah Kerja MDPM Aceh Rayeuk adalah di Kabupaten Aceh Besar yang dalam pelaksanaan kerja organisasi dibagi atas beberapa wilayah dengan memperhatikan hal –hal sebagai berikut:

(1). Wilayah persekutuan etnik komunitas, pembagian wilayah ini dilakukan berdasarkan hak asal usul dengan pertimbangan aspek Genelogis dan persekutuan hukum wilayah komunitas.
(2) Wilayah administrasi pemerintahan, pembagian wilayah ini dilakukan berdasarkan pertimbangan geopolitik dan administrasi pemerintahan daerah.
(3). Kawasan khusus, pembagian wilayah mennurut kawasan dilakukan berdasarkan pertimbangan kekhususan kondisi geografis dan kondisi lingkungan alam, dan kedekatan emosional antar etnik dengan kawasan tersebut

Pasal 4
Tempat Kedudukan

Tempat Kedudukan oranisasi MDPM Aceh Rayeuk adalah di Kabupaten Aceh Besar

Pasal 5
Bentuk

Bentuk Organisasi MPDM adalah Forum Musyawarah para Imeum Mukim aktif dan mantan Imeum Mukim di wilayah kabupaten Aceh Besar yang berhimpun untuk bekerjasama memperjuangkan kedaulatan dan hak-hak masyarakat adat di Aceh Besar.

BAB II
PRINSIP DAN NILAI

Pasal 6

Organisai MDPM Aceh Rayeuk berdasarkan prinsip dan nilai ketaqwaaan kepada Allah SWT, menghormati hukum adat setempat, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, rasa persatuan, musyawarah dan mufakat, menghargai hak-hak azasi manusia dan anti kekerasan.

BAB III
TUJUAN

Pasal 7

MDPM Aceh Rayeuk secara umum bertujuan untuk mmpertahankan mengembangkan dan Memperjuangkan modal sosial berupa struktur dan nilai-nilai luhur kesatuan masyarakat hukum adat di Aceh sebagai sumber semangat hidup dan acuan berprilaku yang harus diakui dan dihormati oleh masyarakat luas dan negara.

Pasal 8

Secara khusus MDPM Aceh Rayeuk bertujuan untuk:
(1). Membangun kesadaran hak-hak masyarakat adat Aceh
(2). Memperjuangkan hak-hak ekonomi, sosial, poitik, budaya dan hukum Adat Aceh.
(3). Memperkuat kapasitas masyarakat adat
(4). Mendorong partisipsi politik asyarakay adat Aceh dalam pengambilan keputusan yang terkai dengan masyarakat adat.
(5). Mendorong terwujudnya tata kehidupan masyarakat adat Aceh yang damai dan berkeadilan.
(6). Memberdayakan kemampuan dan pengetahuan masyarakat Adat dalam pengelolan sumber daya alam secara adil dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan.
(7). Memperkokoh rasa persatuan dan keatuan diantara sesama keatuan masyarakat adat.
(8). Mengembangkan kerjasama dengan semua pihak yang sesuai dengan visi dan missi MDPM Aceh Rayeuk.


BAB IV
STRUKTUR ORGANISASI

Pasal 9

Struktur organisasi Majelis Duek Pakat Mukim Aceh Rayeuk adalah sebagao berikut:
1. Dewan Kehormatan
2. Dewan Penasehat
3. Badan Pengurus


BAB V
BADAN PENGURUS

Pasal 10
Susunan Badan Pengurus

Badan Pengurus Majelis Duek Pakat Mukim Aceh Rayeuk disusun sebagai berikut:
(1). Ketua Majelis
(2). Wakil Ketua
(3). Sekretaris
(4). Wakil Sekretaris
(5). Bendahara

Pasal 11
Departemen dan Koordinator Wilayah

Badan Pengurus Majelis Duek Pakat Mukim Aceh Rayeuk dilengkapi dengan Departemen-departemen dan Koordinator Wilayah Kerja

Pasal 12
Masa Jabatan

Masa Jabatan Badan Pengurus MDPM Aceh Rayeuk adalah lima tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali hanya untuk satu periode kepengurusan.

Pasal 13
Pergantian Antar Waktu

(1). Apabila anggota Dewan Pengurus MDPM Aceh Rayeuk mangkat, berhenti atas permintaan sendiri, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya, maka dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah itu Dewan Pengurus melakukan Rapat Dewan Pengurus yang membahas dan mengagendakan pergantian antar waktu Anggota Dewan Pengurus dipilih dari anggota MDPM Aceh Rayeuk;
(2). Tata cara pergantian antar waktu anggota Badan Pengurus MDPM Aceh Rayeuk ditetapkan dalam Peraturan Organisasi MDPM Aceh Rayeuk

Pasal 14
Tugas dan Wewenang

Badan Pengurus mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
(1). Menjabarkan dan menjalankan program organisasi
(2). Memimpin dan mengkoordinasikan kerja=kerja organiasi dengan dibantu oleh staff dan relawan yang direkrut;
(3). Mewakili MDPM Aceh Rayeuk untuk berhubungan dengan organisasi atau pihk luar lainnya;
(4). Mempertanggungjawabkan tugas dan pelaksanaan program kerja organisasi kepada anggota
(5). Mengusahakan, mencari, menjaga, mengelola, dana dan kekayaan untu kelangsungan organisasi MDPM Aceh rayeuk;
(6). Melakukan dan memimpin rapat-rapat untuk membahas dan mengembangkan kinerja organisasi serta agenda penting yang terkait dengan kinerja organisasi.

BAB VI
KONGGRES MDPM ACEH RAYEUK

Pasal 15

Konggres adalah lembaga musyawarah dan pengambil keputusan tertinggi yang berwenang Untuk:

a. Membahas dan menetapkan statuta organisasi;
b. Membahas dan menetapkan rencana strategis dan Pokok-pokok kebijakan organisasi;
c. Membuat, membahas dan menetapkan resolusi, rekomendasi MDPM Aceh Rayeuk;
d. Mendengar, menerima atau menolak Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus MDPM Aceh Rayeuk;
e. Memilih, menetapkan dan memberhentikan Dewan Pengurus MDPM Aceh Rayeuk.

Pasal 16
Waktu Dan Pelaksana Konggres

(1). Konggres MDPM Aceh Rayeuk dilaksanakan setiap lima tahun sekali;
(2). Penanggungjawab Konggres adalah Dewan Pengurus MDPM Aceh Rayeuk.

Pasal 17
Konggres Luar Biasa

(1). Konggres Luar Biasa (KLB) dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal yang dianggap luar biasa dan pelaksanaannya dilakukan oleh Dewan Pengurus MDPM Aceh Rayeuk atas permintaan lima puluh persen ditambah satu anggota.
(2). Situasi yang dianggap luar biasa adalah situasi yang nyata-nyata terjadi penyimpangan terhadap hasil-hasil konggres.
(3). Keputusan Konggres Luas Biasa (KLB) dianggap sah apabila dihadiri, disetujui, dan diputuskan oleh sekurang-kurangnya 2/3 peswerta yang hadir.

BAB VII
JENIS DAN WAKTU RAPAT

Pasal 18

Rapat Organisasi MDPM Aceh Rayeuk adalah:
1. Rapat Dewan Pengurus MDPM Aceh Rayeuk dilakukan paling kurang satu kali dalam satu tahun;
2. Rapat koordinasi/evaluasi Dewan Pengurus dan anggota MDPM Aceh Rayeuk dilakukan paling kurang sekali dalam satu tahun.

BAB VIII
KEANGGOTAAN

Pasal 19

Anggota MDPM Aceh Rayeuk adalah:

1. Anggota biasa adalah para Imeum Mukim di wilayah Kabupaten Aceh Besar yang masih aktif dalam jabatannya;
2. Anggota kehormatan adalah para mantan Imeum mukim dalam wilayah kabupaten Aceh Besar.

BAB IX
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA

Pasal 20
Hak Anggota

Setiap anggota MDPM Aceh Rayeuk berhak :

(1). Memberikan suara dalam konggres MDPM Aceh Rayeuk
(2). Memilh dan dipilih dalam konggres untuk menjadi Dewan Pengurus;
(3). Mendapatkan perlindungan dan pembelaan hukum dari MDPM Aceh Rayeuk;
(4). Memberikan kritik dan usulan dalam pelaksanaan organisasi serta program kerja MDPM Aceh Rayeuk;
(5). Mendapatkan dokumen resmi dan bahan informasi publikasi yang dimiliki MDPM Aceh Rayeuk;
(6). Melakukan pembelaan diri saat dijatuhi sanksi organisasi MDPM Aceh Rayeuk.

Pasal 21
Kewajiban Anggota

Setiap anggota MDPM Aceh Rayeuk wajib:

(1). Mematuhi dan mejalnakan semua keputusan dan peraturan organisasi MDPM Aceh rayeuk;
(2). Menyebarluaskan Visi dan Missi MDPM Aceh rayeuk.
(3). Melaksanakan program dan rekomendasi MDPM Aceh Rayeuk;
(4). Membayar iuran anggota yang jumlahnya ditentukan lebih lanjut oleh Dewan Pengurus atas persetujuan angggota.

BAB X
PENDAPATAN DAN KEKAYAAN

Pasal 22

Sumber-sumber pendapatan organisasi MDPM Aceh Rayeuk didapat dari:
a. iuran anggota
b. Usaha-usaha produktif organisasi
c. Bantuan pemerintah
d. Bantuan-bantuan donatur atau lembaga luar lainnya yang tidak mengikat

Pasal 23

Semua kekayaan MDPM Aceh Rayeuk dalam bentuk apapun menjadi hak milik MDPM Aceh Rayeuk

BAB XI
SANKSI

Pasal 24
Setiap anggota dan pengurus MDPM Aceh Rayeuk yang tindakan indisipliner dan atau melakukan pelanggaran terhadap statuta organisasi akan dikenakan sanksi berupa:
a. teguran lisan
b. teguran tertulis
c. dikeluarkan dari keanggotaan organisasi MDPM Aceh Besar.

BAB XII
PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 25

(1). Pembubaran organisasi MDPM Aceh Rayeuk hanya dapat dilakukan dalam konggres yang dilakukan khusus untuk itu, yang dihadiri oleh 2/3 anggota dan disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir;
(2). Apabila terjadi pembubaran organisasi MDPM Aceh Rayeuk, maka semua harta kekayaan MDPM Aceh Rayeu akan disumbangkan kepada Masjid-masjid Mukim di Aceh Rayeuk.
(3). Tata cara pembubaran organisasi MDPM Aceh rayeuk akan diatur selanjutnya dengan Peraturan Organisasi.

BAB XIII
PENUTUP

Pasal 26

Perubahan terhadap Statuta MDPM Aceh Rayeuk hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan konggres yang disetujui oleh sekurang-kurangnya limapuluh persen tambah satu peserta konggres.

Pasal 27

Hal-hal yang belum diatur dalam statuta ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan organisasi MDPM Aceh Rayeuk yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan statuta ini.



Ditetapkan di : Aceh Besar
Pada Tanggal : 6 Sepember 2003


Jadwal Shalat