SERAMBI/MURSAL ISMAIL
BANDA ACEH
- Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menjenguk Muhammad Amrul (12) di Kamar
Isolasi I, Ruang Jeumpa I Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin
(RSUZA) Banda Aceh, Minggu (11/7) sore. Saat membesuk bocah yang
dibakar ayahnya lantaran mengambil Rp 20.000 uang ayahnya itu, Gubernur
Irwandi marah kepada dokter di RSUZA.
Pemicu marahnya Irwandi,
karena keluarga Amrul mengaku diharuskan dokter membeli obat hingga Rp
1.600.000. Padahal, Amrul terdaftar sebagai pasien kurang mampu yang
mestinya ditanggung Pemerintah Aceh lewat program Jaminan Kesehatan
Aceh (JKA).
Irwandi didampingi istrinya, Darwati A Gani, tiba di
Kamar Isolasi I sekitar pukul 17.45 WIB kemarin. Sebelum berkunjung, ia
mengabari Serambi bahwa sangat berduka dan prihatin atas derita yang
dialami Amrul. Irwandi yang baru tiba dari Jakarta mengaku tak habis
pikir mengapa ada ayah yang setega itu menjatuhkan hukuman atas
keteledoran anaknya yang belum dewasa.
Begitu tiba di ruang
perawatan Amrul, Gubernur Irwandi awalnya bicara biasa saja dengan
Amrul seputar kejadian yang menimpanya. Amrul yakin peristiwa itu
terjadi akibat ayahnya, Mahyeddin Abubakar (43), sangat emosi lantaran
dia mengambil uang ayahnya Rp 20.000, hasil penjualan ikan. Namun,
Amrul mengaku tidak marah, apalagi dendam pada sang ayah. Alasannya,
sebelum kejadian itu, Mahyeddin yang bekerja sebagai nelayan justru
sangat menyayangi Amrul. “Ayah sangat sayang pada saya,” ucapnya
singkat.
Usai mendengar cerita mengenai peristiwa langka itu,
Gubernur Irwandi bertanya mengenai proses pengobatan anaknya kepada ibu
Amrul, Nurleila. Menurut perempuan itu, Amrul dirujuk dari Rumah Sakit
Umum Cut Meutia (RSUCM) Lhokseumawe ke RSUZA pada Rabu (7/7). Kini
kondisi anak itu makin membaik setelah dioperasi oleh dokter bedah, dr
Bismedi, Jumat (9/7).
Setelah mendengar penjelasan singkat
Nurleila, Gubernur Irwandi pun menukas, “Berobat menggunakan JKA kan?
Tidak ada yang bayar kan?” Nurleila tidak langsung menjawab pertanyaan
beruntun dari orang nomor satu Aceh itu. Tapi Nurleila kemudian
berterus terang bahwa pascaoperasi Amrul, dia harus membeli obat.
Namun, Nurleila meminta kakaknya saja yang menjelaskan hal itu kepada
Gubernur Irwandi, karena kakaknya yang dimintai tolong untuk membeli
obat.
“Ya menggunakan JKA, tapi kemarin kami harus membeli
obat sampai Rp 1.600.000. Yang paling mahal justru cairan untuk infus
luka, yaitu Rp 1.200.000. Orang apotek di sekitar rumah sakit ini
meminta kami membayarnya tunai, karena menurut mereka obat-obat
tersebut tidak ditanggung JKA,” kata kakak Nurleila.
Gubernur marahMendengar
penjelasan itu, Gubernur Irwandi spontam marah. Ia menyesalkan
kebijakan dokter di RSUZA yang telah mengharuskan keluarga miskin,
seperti halnya ibu Amrul, menebus obat dengan uang sendiri secara
tunai. Lalu Irwandi memerintahkan ajudannya memanggil Direktur RSUZA,
dr Taufik Mahdi SpOG. Tak sampai 15 menit berselang, Taufik Mahdi pun
tiba di ruangan itu. “Bagaimana ini kok pasien JKA masih dibebankan
membeli obat,” tanya Irwandi pada Taufik.
Irwandi kemudian
mempersilakan kakak Nurleila menceritakan hal-ikhwal sehingga keluarga
pasien itu harus membeli obat Rp 1.600.000. Semua diceritakan rinci,
namun kakak Nurleila tak bisa menunjukkan kuitansi karena dikantongi
abang Amrul yang sedang tidak berada di RSUZA itu sore kemarin.
Kemudian
Taufik memanggil seorang perawat. “Ibu ceritakan semua, tak perlu
takut, saya direktur di rumah sakit ini. Tidak ada yang bayar, semua
ditangung Pemerintah Aceh melalui JKA. Nanti uang yang telah Ibu
keluarkan harus diganti,” tandas Taufik. Kemudian, Taufik juga
memanggil Kepala Ruangan Jeumpa I. Dari penjelasan Kepala Ruangan
Jeumpa I itu, menurut Taufik, ternyata Dokter Bismedi, spesialis bedah
yang menangani Amrul memasukkan obat-obat paten untuk Amrul.
“Semestinya
obat paten itu digunakan jika obat biasa tidak mempan. Selain itu,
penggunaan obat paten harus sepengetahun Komite Medik RSUZA, tapi
kenyataannya penggunaan obat ini tanpa sepengetahuan saya. Penggunaan
obat paten ini pun, kalau tidak ada di apotek yang telah ditunjuk, maka
biayanya juga ditanggung Pemerintah Aceh,” jelas Taufik.
Menurut
Taufik, sejak pemberlakuan JKA, 1 Juni 2010, untuk penanganan obat ada
di Instalasi Farmasi RSUZA. Selain itu, RSUZA juga telah bekerja sama
dengan apotek di sekitar RSUZA, yakni Kimia Farma, Citra Husada, dan
Meurasi. “Jadi, semua obat itu memang ditanggung dalam JKA, bahkan ada
tiga pasien jantung yang kami rujuk ke RS Harapan dan RSCM Jakarta,
sampai tiket pesawatnya pun ditanggung dalam JKA. Begitu juga tiga
pasien tumor yang dirujuk ke RS Adam Malik ikut ditanggung tiket
busnya,” jelas Taufik.
Mendengar semua penjelasan itu, Gubernur
Irwandi meminta dr Tufik dalam waktu dekat mengumpulkan para dokter
RSUZA untuk kembali memperjelas komitmen mengenai JKA. Irwandi
menduga, pasien JKA yang diminta membeli obat dengan uang sendiri tak
hanya dialami keluarga Amrul, namun juga pasien lainnya di RSUZA.
Dugaan Irwandi ternyata betul, sebab dalam waktu singkat bermunculan
keluarga pasien lainnya di rumah sakit rujukan tingkat provinsi itu
untuk menyampaikan keluhan serupa. Selain kepada keluarga Amrul,
Irwandi juga menyerahkan santunan alakadar kepada setiap keluarga
pasien yang mengeluh langsung kepadanya.
Kondisi AmrulSebelumnya,
saat Gubernur Irwandi belum datang membesuk Amrul, Nurleila kepada
Serambi mengakui bahwa kondisi anaknya yang dibakar suaminya itu makin
membaik. Namun, kemarin bocah itu hampir seharian tak bisa tidur. Dia
lebih sering menangis karena tahu ayahnya sudah ditangkap polisi.
Menurut Nurleila, sebelum suaminya ditangkap, Amrul mengaku bermimpi
tentang ayahnya yang datang ke RSUZA untuk meminta maaf padanya. “Bek
le neu cerita nyan (Jangan lagi cerita itu -red),” kata Amrul kepada
ibunya, sambil menangis terisak-isak.
Tergolong beratDokter
Bismedi, tadi malam membalas sms Serambi. Dia mengatakan fase syok pada
pasien Amrul sudah teratasi, tapi luka bakarnya tergolong berat.
Luasnya mencapai 36 persen dan sebagian besar grade III. “Hari Jumat
lalu sudah dilakukan operasi debridement, pembersihan jaringan kulit
yang terbakar. Operasinya bertahap. Insya Allah besok (hari ini -red)
kembali dioperasi tahap kedua,” jelas Bismedi.
Ditanya mengapa
meresepkan obat di luar tanggungan JKA, sehingga keluarga Amrul harus
membelinya, Bismedi mengaku tak tahu persis obat yang mana. “Katanya
obat plasmanat semacam cairan infus berguna untuk me-maintanance
kondisi hemodinamik yang stabil. Setahu saya obat itu ada dalam
Jamkesmas, tapi saya tidak tahu bahwa plasmanat itu tidak ditanggung
dalam JKA,” demikian dr Bismedi.
(sal)Akses
m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.