Rabu, 19 Mei 2010 | 14:48 WIB
TEMPO Interaktif, BANDA ACEH -
Masyarakat Aceh meminta kepada Pemerintah Provinsi Aceh untuk
dilibatkan dalam menjaga kawasan hutan di sekitar kawasan hutan
lindung. "Pelibatan masyarakat sekitar hutan penting dilakukan untuk
menjamin kelestarian lingkungan hutan Aceh," ujar Ketua Serikat Mukim
Aceh Jaya Anwar Muhammad, Rabu (19/5) di Banda Aceh. Katanya pelibatan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan wewenang kepada pemerintahan mukim sebagai lembaga adat dan pemerintahan di Aceh. Usul itu sempat mencuat dalam side event pertemuan para NGO peduli lingkungan dan perwakilan masyarakat Aceh di forum Governors’ Climate and Forest (GCF) Taskforce Meeting di sana.
Karena itu, kata Anwar, warga semestinya diberikan hak pengelolaan hutan Adat yang berada di luar hutan lindung. “Hal teknis seperti berapa luas wilayah hutannya, bisa didiskusikan bersama,” ujarnya. Menurut Anwar, hak pengelolaan hutan tersebut harus dimasukkan dalam aturan tataruang dan mendapat pengakuan pemerintah.
“Semua mukim di Aceh telah sepakat memperjuangkan hutan yang menjadi hak masyarakat Adat,” ujarnya. Kemukiman juga harus mendapat kewenangan dan hak daam menjaga hutannya serta menegakkan hukum adat hutan. Syaifuddin dari Flora Fauna International (FFI) mengatakan, pihaknya terus mendorong pemerintah untuk melibatkan masyarakat.
“Kemukiman sebagai lembaga masyarakat dan hukum adat, punya hak mengelola hutan,” ujarnya. Menurutnya, hal penting yang diperlukan adalah bagaimana memperjuangkan hutan rakyat dan hak-hak masyarakat sekitar hutan. Masalah tersebut nantinya diusulkan dalam agenda terakhir pada pertemuan GCF, untuk menghasilkan sebuah rumusan dan kebijakan.
Adapun Kepala Sekretariat Aceh Green Yusuf Ishadamy mengatakan sejauh ini pertemuan para gubernur dalam forum GCF masih membahas informasi tentang proses menjaga lingkungan di daerah masing-masing. "Dalam forum ini Gubernur Aceh dan perwakilannya terus mendorong pelibatan masyarakat sekitar hutan guna menjaga hutan," katanya.
Apalagi, kata Yusuf, pemerintah Aceh serius dalam program Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). Situs-situs REDD saat ini antara lain di kawasan hutan Ulu Masen dan Taman Nasional Gunung Leuser. Jika kedua program itu berjalan lancar maka Ulu Masen bakal menjadi proyek REDD pertama di Indonesia.
Salah seorang delegasi dari Universitas Colorado Julie Teel mengatakan apapun rumusan yang dihasilkan dalam forum GCF ini kelak akan mendorong keterlibatan masyaakat dan memberikan manfaat bagi warga di sekitar hutan. “Pihak-pihak yang berkumpul juga masih belajar merancang formula yang diperlukan terkait proyek REDD,” ujarnya.
Menurut Teel, semua utusan dari provinsi maupun negara bagian yang datang dalam pertemuan ini senantiasa mengupayakan terlaksananya proyek-proyek REDD secara mulus. Pemerintah Provinsi Aceh sendiri malah telah menetapkan jeda tebang (moratorium logging) sejak 2007 guna membantu kelancaran proyek REDD dalam implementasi ke depan.
“Terpenting adalah membangun kapasitas dan teknis," ujar Teel. "Ada beberapa donor yang siap membantu beberapa provinsi yang punya komitmen soal hutan." Banda Aceh menjadi tuan rumah pertemuan GCF yang dibuka Gubernur Aceh Irwandy Yusuf Selasa (18/5) dan digelar hingga Sabtu (22/5).
| ANDREE PRIYANTO | ADI WARSID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar